[ads-post]


Senin sore, 14 Desember 2020 sengaja berjalan-jalan ke sawah untuk melihat keadaan di sawah saat ini, dengan harapan musim tanam segara dilakukan. Namun kemudian mengingat lagi bahwa  saat ini sedang ada proyek pembangunan irigasi di saluran utama/primer yang telah di kerjakan mulai dari sehabis masa panen lalu, sekitar bulan September 2020 lalu. 

Seharusnya saat ini sudah mulai menyebar benih atau pembibitan, namun entah sampai memasuki pertengahan bulan Desember ini belum ada tanda-tanda di mulainya pembenihan tersebut.

Melihat kondisi sawah yang sampai saat ini masih belum ada progres apapun, meskipun swah yang lokasinya berada di tanggul yang dekat dengan saluran irigasi sekunder (baca; dampyang) atau yang terkena saluran air telah mulai di kerjakan dengan traktor pembajak, akantetapi kondisi sebagian sawah lainnya masih dalam kondisi stagnasi dalam artian masih di penuhi oleh rumput-rumput liar yang menjulang. Kapan di mulainya garapan sawah tersebut belum ada tanda-tanda.

Dengan mengingat proyek pembangunan irigasi tersebut di danai oleh sebuah perusahaan finance dari Jepang yaitu JICCA dengan sistem loan atau pinjaman, hal ini sama dengan pendanaan proyek PLTU 2 Indramayu yang pendanaannya berasal dari JICCA. 

Sehingga setelah ditelusuri bahwa dalam skala daerah atau kabupaten sendiri total pendanaan proyek tersebut bernilai 3,1T. namun terdapat kejanggalan atas proyek irigasi tersebut, mengapa? Sebab dalam papan proyek tersebut tidak mencantumkan nominal anggaran atas proyek tersebut, sebagaimana dalam UU No. 14 ini guna keterbukanaan informasi publik dan juga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014. Namun dalam papan itu hanya mencantumkan jangka waktu pembangunan proyek yang di situ tertulis 3 (tiga) tahun.

Kembali bahwa kondisi sawah di desa Sukaperna masih dalam kondisi stagnan, dengan keterlambatan musim tanamnya tentu bukan tanpa resiko. Resiko yang akan dihadapi di kemudian hari ialah Pertama, penyebaran hama yang massif sehingga para petani harus siap merogoh kantong lebih banyak sebab harus membeli pestisida yang sudah barang tentu harganya tidak murah. Kedua, dampak selanjutnya ialah kulitas padi yang tidak sepeti biasanya, megingat kondisi cuaca yang ekstrim dan juga jadwal atau penanaman yang tidak seperti biasanya, dengan flash back atas kejadian beberapa tahun silam yang kondisi pertanian memprihatinkan juga terjadi atas bentuk ketamakkan, tiga kali musim tana dalam setahun, yang impact-nya ialah pada musim tanam selanjutnya terjadi penyumbatan pertumbuhan pada tanaman padi (baca; klowor), dan ini jelas merugikan petani. Ketiga ialah dampak dari rentetan dari persolan di atas, harga jual padi yang menurun, ini tetntu saja tidak serta merta terjadi jika hal-hal seperti yang di ekplorasikan di atas tidak terjadi. Dengan mengingat bahwa harga padi yang selalu saja tidak sebanding nilai produksinya maka sudah barang tentu hal ini sudah merugikan para petani, terutama petani kecil dan petani penggarap dengan modal yang sangat minim.

Kemudian ialah bagaimana dengan regulasi yang mengatur semua itu? Pemerintah desa dan yang berwenang dalam masalah itu ialah biasa di sebut sebagai wa Bumi atau lebih terorganisir dan spesifiknya ialah Kelompok Tani atau Gapoktan yang sampai pada saat ini belum ada aba-aba dengan adanya kondsi seperti ini. Perihal musim tanam lebih prioritaskan, dengan mata pencaharian penduduk desa Sukaperna yang bergantung pada sektor agrari sudah semestinya persoalan itu telah di pecahkan pula secara masak-masak. Namun pada sabtu 21 November 2020 lalu, pada saat Musrembang Desa yang penulis melihatnya di tayangan live facebook. 

Salah seorang teman menyakan perihal tersebut namun mendapatkan jawaban yang bisa di katakan rancu, dengan jawaban bahwa pemerintah desa tidak mengetahui akan perihal detail proyek irigasi tersebut  sebab proyek tersebut merupakan proyek pusat. Letak kerancuannya ialah, idealnya atau setidaknya pemerintah desa mengetahui, sebab di lapangan, pemerintah desa hadir di sana. Dan dengan mempertimbangkan arah laju perekonomian desa sudah seharusnya pemerintah desa memiliki solusi konkrit atas persoalan yang bisa dikatakan urgent tersebut.       

Mengapa persoalan regulasi pemerintahan sedemikian pentingnya di sini, sebab desa Sukaperna, seperti yang di katakan di atas, sebab pemerintah berperan penting dalam menentukan arah desanya, baik di sektor sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya, dan perekonomian menjadi kunci disini, sebagai sektor vital desa dan sebagai penyanggah kebutuhan pokok masyarakat luas.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.