Biasanya tahun
baru di sambut dengan gegap-gempita, seperti halnya karnaval, apawai obor atau
yang lainnya, hal tersebut dimaksudkan dalam rangka menyambut datangnya tahun
baru hijriyah, tahun baru bagi umat Islam, tahun 1440H. Harapan dan do’a
terpanjat tentunya dalam menyongsong tahun baru tersebut, setelah karnaval atau
ritual lain yang sepadan dengannya.
Berganti tahun
tentunya berganti pula segala sesuatunya, harapan akan terciptanya Islam yang rahmatul
lil’alamin serta kondisi yang baik dari sebelumnya tak terlepas dari lubuk
semua umat Islam seantero jagat ini, mafhum bahwa sebelumnya nama Islam begitu
terpukul, akibat dari beberapa pemeluknya yang kurang mengindahkan apa-apa yang
telah menjadi kredo dalam beragama, baik sesama manusia, alam ataupun dengan
mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Terlepas dari semuanya, ada baiknya kita
lihat kilas balik sejarah penanggalan hijriyah ini yang dalam sebuah riwayatnya
di lakukan oleh saahabat Umar bin Khattab;
انّه يأ تينا منك كتب ليس لهاتاريخ, فجمع عمرا
لنّاس, فقل بعضهم : ارّخ بالمبعث, وبعضهم : ارّخ بالهجرة, فقل عمر : الهجرة فرّقت
بين الحقّ والباطل, فارّخوابها, وذلك سنة سبع عسرة, فلمّا اتّفقوا قال بعضهم :
ابداوا برمضان فقل عمر : بل المحرّم, فانّه منصرف النّاس من حجّهم فاتّفقواعليه.
Dengan
bergantinya tahun, di harapkan pula peningkatan-peningkatan yang kembali
membawa martabat Islam ke muka dunia, serta persepsi negatif yang
mendiskrditkan Islam terkikis perlahan-lahan, sepeti asumsi Islam itu terroris
serta agama yang identik dengan kekerasan. Hal tersebut tentunya telah banyak
menodai nama Islam sendiri, apabila Islam itu sebagai objek – dalam hal ini.
Namun Islam adalah sebuah dinamika yang terus bergulir sering perkembangan
manusia sebagai pemeluknya, dan tentunya agama selalu hadir di ruang sanubari
manusia, dengan kebaikannya, dengan kasih sayangnya juga dengan kearifannya,
sehingga pegulatan epistemologi (baca; debat) menegani agama dengan segala
aspeknya terkadang menjadi bumerang bagi pelakunya, sebab agama Islam merupakan
sebuah kata kerja yang dilingkupi oleh tinga bagunan ilmu; ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Sudah barang tentu Islam menjadi sebuah prilaku
manusia sebagai pemeluknya, bukan serta merta selesai dalam kancah perdebatan,
ceramah atau seminar sekalipun namun absen dari nilai luhur islam itu sendiri. Persolan
furuiyah yang sepertinya menjadi primadona dalam perhelatan epistemologi
memang perlu di sampaikan, akan tetapi dengan mempertimbangkan sisio-kultural
yang seperti saat ini, maka hal tersebut menjadi sulit, masyarakat setidaknya
terlebih dulu menguatkan konstelasi agama dan budaya yang telah bersinggungan
dengan harmonis sejak dahulu, tidak langsung menyampaikan benar dan salah yang
pada ujungnya hanya akan menimnulkan mispersepsi bagi mereka yang belum
memahami akar persoalannya. Dan ini yang biasanya memicu terjadi gesekan serta
fanatisme yang berlebih. Dari entitas semacam ini biasanya gesekan itu muncul
dan Islam menjadi sesuatu yang di renggut, hanya benar dan salahnya semata.
Muharam yang
dalam konteks ini menjadi bulan pembuka bagi tahun Islam, juga tak kalah
menariknya dengan bulan lainnya. Betapa tidak dalam bulan ini, terutama pada
tanggal 10 Muharram, berbagai peristiwa serta etos kebudayan lahir di dalamnya,
seperti sejumlah peristiwa penting dalam dalah dinamika sejarah umat manusia,
seperti; 1) Nabi Adam diciptakan serta bertobat sesudah melakukan kekeliruan,
2) Nabi Nuh selamat dari banjir bandang kala itu, 3) Nabi Ibrahim selamat dari
pembakaran dirinya yang di lakukan oileh raja Namrud, 4) Nabi Sulaiman
menduduki tahta kerajaan besar, 5) Nabi Yusuf kembali bertemu dengan ayahnya,
6) raja Fir’aun tenggelam di Laut Merah saat melakukan pengejaran atas nabi Musa, 7) Nabi Yunus keluar dari perut
ikan paus, 8) Nabi Ayub sembuh dari penyakit panjangnya, 9) Nabi Isa dilahirkan
dan diangkat ke langit. Dari rangkaian peristiwa itu setidaknya kita dapat
mengambil i’tibar atasnya, bahwa
kebenaran akan terus hidup, dan oleh karenanya terdapat sebuah anjuran berpuasa
pada tanggal 9 dan 10 Muharram tersebut;
عن عبد الله بن عمرورضي الله عنهما انّه قال :
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : انّ عا شوراء يوم من ايّام الله, فمن شاء
صامه ومن شاء تركه (رواه مسلم)
Setelah sekian
banyaknya stigma yang melekat pada nama Islam, Islam menjadi sesuatu yang
menakutkan (Islam phobia) yang belakangan ini muncul ke permukaan, sebab
frasa itu tidak serta-merta lahir, namun dengan serangkaian penodaan atas
esensi dari Islam itu sendiri yang telah di ciderai oleh mereka yang menganggap
dirinya paling benar, truth claim, sehingga menjadi riskan dengan
perbedaan yang merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini belum lagi di perkeruh
dengan isu politik yang melibatkan agama di dalamnya, menambah banyaknya daftar
stigma dari wajah Islam di muka dunia, dan dengan momentum seperti saat ini
sudah seyogyanya kita memperbaiki citra Islam tersebut, dimulai dari hal yang
terkecil kemudain beranjak pada hal yang sekiranya urgent untuk
dilakukan.
Ahonk Bae
Posting Komentar