[ads-post]


Awal Maret, bulan yang dapat memeriahkan kaum perempuan dengan perayaan women march. Selalu saja resah-gelisah yang dialami perempuan muncul seketika dan kemudian berani untuk menyuarakan, karena dipicu oleh dorongan dan persatuan. Bukan melulu soal memperdebatkan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan, pekerjaan di zaman modern dan kecanggihan teknologi, dan seterusnya. Permasalahan perempuan selalu saja menghiasi disetiap tahun nya, yang masih bertahan kokoh dengan nilai-nilai kebudayaan patriarki, praktik dan budaya kekerasan berbasis gender, stigma yang masih di terima oleh perempuan, dan intervensi negara terhadap tubuh.

Hingga titik pusat yang disalahkan adalah perempuan, seperti ketika ia menerima pelecehan seksual. Ucapan atau lontaran yg keluar dari pelaku atau masyarakat luas, selalu saja membuat perempuan yang menjadi korban selalu tersorot oleh bahan cacian, dan hinaan. Dengan kata yang seolah spontan saja "Kenapa pakaiannya tidak tertutup” atau “salah sendiri memakai pakaian terbuka." Ucapan yang jelas menjatuhkan perempuan sebagai korban pelecehan seksual. Dan tertutupnya pakaian juga tidak menutup kemungkinan kalau tidak akan menerima pelecehan seksual. Maka seharusnya untuk mengatasi masalah kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan, kita tidak fokus terhadap baju yang korban pakai, atau malah menyalahkan korban, namun fokus dari amarah kita seharusnya tertuju kepada pelaku.

Dan sekarang ini kita dikagetkan dengan RKUHP Pasal zina yang dapat menimbulkan kriminalisasi terhadap perempuan, anak, masyarakat adat, dan kelompok marjinal lainnya. Yang sebenarnya RKUHP ini masih dikaji dan menjadi perdebatan di kalangan individu atau golongan yang pro dan kontra. Dan yang menginginkan RKUHP, Pasal zina ini disahkan adalah bagi mereka yang menolak atas pembebasan LGBT di Indonesia, akantetapi tetap saja, menimbulkan masalah baru jika mesti disahkan, dan kaum mayoritas di kalangan perempuan yang akan menerima imbasnya.

Ini alasannya kenapa ada usulan tolak RKUHP dan dapat menjerat siapa pun;

1) Jika korban pemerkosaan tidak bisa membuktikan pemerkosaan atau pelaku mengaku suka sama suka.
2) Anak-anak yang di eksploitasi secara seksual dapat dipidanakan karena RKUHP tidak ada batasan umur.
3) Pasangan Tanpa surat Nikah, termasuk nikah siri, poligami dan nikah adat, tidak bisa membuktikan secara hukum pernikahan mereka.
4) Perempuan korban kehamilan yang tidak diinginkan karena janji kawin.
5) Dua Orang tinggal bersama berpotensi dipersekusi dengan tuduhan kumpul kebo atau zina.

Dengan sekelumit masalah yang menjadi keluhan perempuan saat ini, selalu saja mengusik telinga kita, kasus-kasus yang membelenggu kaum perempuan. Oleh sebab itu tidak dapat memberikan suatu tempat atau hak yang semestinya, maka perempuan akan selalu menjadi suatu hal yang terabaikan. Mereka akan memancarkan cahaya di bumi Pertiwi dengan kelembutan dan kasih sayang, jika mampu memerdekakannya.

Oleh; Nita Mega Purnami
Senin, 05 Maret 2018

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.