[ads-post]

Kota permai dengan penuh cerita atas tempat sakral bagi tiga agama, dari masjid, gereja, dan sinagoga berdiri berdampingan di atsanya, kemudian Ibrahim menjadi bapak dari ketiga agama itu. Hingga sampai pada perihal agama yang saat ini menjadi suatu yang sangat krusial dan juga sensitif, hingga semua orang menjadi seorang patriot atau bahkan martir sekalipun, jika diperlukan. Sebab harus ada sesuatu yang harus di jaga, menjadi sebuah prinsip dalam kehidupan, atau semicam idealisme jika tanpa elusifnya. Kilas balik sejarah dalam sebuah agama adalah suatu ziarah bagi umatnya yang taat, sehingga ingatan-ingatan akan kembali muncul dalam ingatan umat dan hal ini setidaknya menjadi barometer bagi keimanan seorang hamba kepada penciptanya. Dalam Islam umpamanya, terdapat sebuah ritual suci yang dinamakan haji, sebagai penyempurna rukun Islam itu sendiri, dan isinya adalah sebuah kilas balik atas sejarah perjuangan kenabian di setiap tempat, seraya memanjatkan doa-doa untuk sebuah kebaikan dunia-akhirat.

Dan tempat tersebut berada di jazirah tanah Arab, dimana Ka’bah berada. Sehingga setiap tahun suku-suku berkumpul dari seluruh semenanjung untuk ambil bagian dalam ritual yang memerlukan banyak energi dan memiliki urutan-urutan tertentu dalam setiap ritualnya, dan sebelum Islam datang, orang Arab Kristen beriringan dengan kaum pagan dalam ritual tersebut, pluralisme  agama terjadi sebelum saat ini di dengungkan. Sebagaimana tempat yang sakral seperti pada umumnya, Ka’bah di asumsikan berdiri di pusiat dunia: pintu surga berada perisis di atasnya, sehingga ia adalah tempat di dunia yang di bawah. Terlekat di dinding Ka’abah adalah Batu Hitam (black stone), sebuah meteorit yang pernah jatuh dari langit, yang menghubungkan langit dan bumi. Maka Mekah mewakili seluruh realitas, dan Ka’bah mewakili wujud itu sendiri.     

Bergeser dari Ka’bah, terdapat tempat sakral selainnya, baitul maqdis, tempat dimana sang nabi melakukan perjalanan lintas dimensi, dan lebih luas tempat itu ialah sebuah tempat bagi seluruh penganut monoteisme berkumpul, Yahudi, Kristen dan Islam tentunya. Sebab di tempat itu ketiga agama tersebut memiliki rekam jejak sejarah yang tak pernah terlupakan begitu saja bagi para penganutnya, kota ini menyisakan cerita yang mendalam bagi penganut monoteisme tersebut, Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiganya pernah menaruh atau menggoreskan cerita sejarah para pendahulunya atau sang Juru Selamat, sehingga kesakralan kota itu terjaga dan dijaga oleh para pemeluk kota tersebut yang, dulunya pernah menjadi pusat pluralisme agama bagi segenap penjuru dunia, sebelum ahrinya kini menjadi ancaman atas perebutan atas tanah yang di janjikan tersebut. “engkau hendaknya hanya pergi ke tiga masjid, masjid al-Haram (Mekah), masjid Nabawi (Madinah), dan masjid al-Aqsha. Begitu sakralnya tempat tersebut, sehingga nabi mengisyaratkan hal tersebut kepada kaumnya, sebelum akhirnya seruan di akhir khotbah dari seorang Paus Urban pendeta lantang di suarakan – Deus hoc vult,” Tuhan menghendaki ini.

Respon yang sungguh luarbiasa, hingga tersebar luas secara cepat. Para pengkhotbah rakyat menyebarkan “mantra” itu, dan pada musim semi 1096, lima angkatan bersejata yang terdiri dari kira-kira 60 ribu tentara yang ditemani oleh kelompok-kelompok petani non-tempur dan peziarah bersama isteri dan keluarga mereka mempersiapkan diri menuju Jerusalem. Dan Perang Salib adalah merupakan gabungan koorporatif pertama Barat baru seketika ia bangkit dari Zaman Kegelapan. Semua kasta diwakili: para pendeta dan wali gereja, bangsawan dan rakyat jelata. Mereka semua terbakar oleh kecintaan pada Jerusalem. Pasukan-pasukan Salib semata-mata bukan sekedar mencari tanah lahan dan kekayaan. Pada tahun yang sama, di belahan bumi lain, sekelompok Pasukan Salib Jerman membantai Komunitas Yahudi di Speyer, Worms, dan Mainz sepanjang Sungai Rhine. Perang Salib merupakan tragedi yang menakutkan di mana jalan-jalan bersimbah darah dalam arti yang sesungguhnya. “Tumpukan kepala, tangan dan kaki dapat terlihat,” menurut saksi mata dari Provencal (selatan Prancis), bernama Raymond dari Aguiles. Pembantaian adalah tanda kemenangan Kristiani di Haram: “Jika aku menceritakan kebenaran ini akan melampaui kekuatan kepercayaanmu. Jadi setidaknya cukuplah untuk mengatakan bahwa di Bait Allah dan Serambi Sulaiman, para biara berjalan dengan darah yang naik sampai ke lutut mereka dan tali kekang kuda. Sungguh, ini adalah hukuman yang adil dan luar biasa dari Tuhan bahwa tempat ini sudah seharusnya dipenuhi dengan darah orang-orang kafir karena ia telah lama menderita oleh sebab prilaku mereka yang menghujat Tuhan.” sebuah persaksian yang mengerikan dari serangkaian pembantaian atasnama pembelaan terhadap agama. Hingga tiga orang cendikiawan menuliskan kisah Perang Salib pertama kalinya; Guilbert dari Nogent, Robert Sang Biarawan, dan Baldrick dari Bourgeuil.

Siapa yang bisa menafikan bahwa perang merupakan sebuah jalan menuju kemerdekaan, kesejahteraan, hingga air mata dan darah adalah saksi atas kemerdekaan dan kesejahteraan tersebut. namun, Perang Salib merupakan sebuah kejahatan besar yang pernah dilakukan oleh umat manusia – perang atasnama agama, yang di dalamnya terdapat sisi fanatisme yang kuat atasnya, dan mengklaim sebuah harga diri sebuah agama terlah di nodai, dan pembantaian massal merupakan sebuah solusi yang sekiranya tepat untuk dilakukan, demi membela kerajaan Tuhan di bumi tersebut. perang dengan seketika merubah wajah sebuah tempat menjadi tandus dan gersang, membalik sebuah keadaan yang tenang menjadi kacau, yang damai menjadi penuh tirani. Jerusalem, merupakan contoh nyata atas apa yang pernah terjadi di bumi pada masa-masa yang lalu. Kota dengan tiga agama yang pernah indah dan jaya pada masanya telah di luluhlantakkan oleh ambisi atasnama Tuhan, dan puing-puing dari kerajaan Tuhan menjadi saksi atas kebiadaban manusia, hingga bergeser darinya, tempat-tempat sakral yang memiliki nilai historis yang tinggi juga belakangan menadapat sambutan yang tidak jauh berbeda dari sejarah tas Jerusalem tersebut. atasnama, dan juga kesuburan yang ditopang oleh fantisme buta atas doktrin agama yang alpa terhadap kemanusiaan.             
  Jum’at 04 Agst 217

Ahonk bae

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.