[ads-post]

Dalam sebuah eskalasi ekonomi yang merespon akan adanya lonjakan harga terhadap kebutuhan masyarakat, yang dalam hal ini merupakan kebutuhan dasar masyarakat seperti yang terjadi pada saat ini, kenaikan sembako dan juga tarif listrik yang membuat masyarakat menjerit. Terlebih, pada saat bulan ramadhan seperti saat ini adalah, masa di mana nilai konsumsi meningkat dari biasanya.

Kenaikan tarif, dan harga sembako tersebut bukan barang baru bagi masyarakat, terlebih pada saat menghadapi bulan ramadhan, tidak menjadi sesuatu yang tabu apabila pada saat pra-ramadhan harga-harga mengalami lonjakan yang berarti, terutama pada sayuran, yang memang saat ini menghadapi kesulitan atas cuaca yang tidak menentu. Dengan hilir-mudiknya konsumsi yang, secara kuantitas masyarakat kita adalah masyarakat yang terbilang konsumtif, telah menjadi sesuatu yang lazim apabila pada bulan ramadhan ini nilai rupiah menguat. Akantetapi, hal demikian tidak berlangsung lama, sebab terdapat siklus ekonomi yang berputar mengiringi kehidupan manusia. Pasar ramadhan contohnya, dapat menjadi sebuah indikasi atas perputaran uang di masyarakat itu sendiri, pendek kata, apabila dalam sebuah pasar A itu ramai pengunjung pada tiap harinya maka secara otomatis uang yang berputar pun akan banyak yang beredar di wilayah itu, meskipun pada sisi lain masyarakat yang datang ke pasar bukan hanya untuk berbelanja, melainkan hanya untuk sekedar rutinitas tambahan dari kesehariannya itu.

Namun dengan banyaknya uang yang beredar di masyarakat tersebut, bukanlah menjadi sebuah parameter akan membaiknya perekonomian kita, akantetapi kehawatiran akan inflasi yang menghantui setiap saat. Dan juga pembekakan harga pasar yang stabil pasca inflasi tersebut, dan hal itu dibarengi dengan berkurangnya pendapatan masyarakat. Pada level keterpurukan akan pasar seperti saat ini, tentu masyarakat kita sekarang sedang mengalami kegamangan luarbiasa, disebabkan dengan lonkan tarif listrik dan kenaikan akan harga bahan pokok seperti yang di sebutkan di atas. Namun fa la budda, dalam kurun ahir ramadhan menjelang hari raya idul fitri. Kebutuhan akan mengalami kenaikan pada semua sisinya. Terutama kebutuhan akan bahan pokok yang memang harus di beli dengan harga yang sangat tinggi, daging contohnya. Dengan adanya istilah ‘mrema’ maka pelaku bisnis terkadang tidak mengindahkan apayang menjadi putusan mentri perdagangan, dan lagi, masyarakat tidak acuh akan adanya hal tersebut. Sebab menjadi biasanya hal demikian – mrema. Meskipun mrema tersebut biasanya terjadi pada pra-idul fitri atau H-5 pada istilah umumnya, mrema tersebut pada saat ini tidak lagi mengangkangi masa itu. Dengan kata lain, mrema saat ini adalah setiap hari, sebagai contoh fasilitas on line yang menyediakan jasa atas kebutuhan masyarakat tidak mengenal waktu, dari mulai pakaian, makanan, atau kebutuhan sekunder semisal gadget.  

Pendapatan yang kiranya kurang memenuhi akan kebutuhan pokok tersebut menyebabkan adanya satu titik jenuh ekonomi yang berlari pada sesuatu yang disebut kejahatan, baik kejahatan pasar atau kejahatan lainnya, dan bahwa angka kriminalitas mengalami kenaikan yang signifikan pada ramadhan ini. yang di sebabkan oleh adanya kebutuhan yang mendesak, dan mendadak pada hari raya. Pada skala tertentu memang dapat dikatakan bahwa perputaran uang yang ada di masyarakat ketika menjelang hari raya begitu banyak, sehingga dengan adanya istilah THR mampu menambah perbaikan ekonomi pasar di daerah, meskipun arus perputaran uang yang di ‘domplengi’ oleh THR tresebut tidak menjadi jaminan akan keberlangsungan ekonomi pada sisi mikronya.

Dengan kenaikan harga sembako dan tarif listrik tersebut, dapat memicu akan adanya arah inflasi yang dipicu oleh pencairan uang dari reurbanisasi yang akan terjadi dan, dengan penguatan kuantitas pasar dan menguatnya daya beli masyarakat sebelum hari raya tersebut dapat memicu lesunya pasar. Baik di sebabkan oleh cuaca yang tidak menentu dan juga arus pasar yang tidak stabil yang, dibarengi dengan pendapatan yang rendah itu. Pengendali pasar adalah masyarakat itu sendiri, pemerintah yang bernaung dalam bidang tersebut hanya mengawasi akan adanya lonjakan harga pada saat arus pasara naik (mrema), seperti yang telah di sebutkan, bahwa harga daging dan harga kebutuhan poko lainya sudah barang tentu akan naik. Maka ketersediaan akan stok barang harus tetap terjaga, dan ini yang menjadi wewnang pemerintah, terlebih dalam mem-back up mafia pasar yang, telah memonopoli stok tersebut.     

Minggu, 11 Juni 2017

Ahonk bae

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.