[ads-post]

Sejarah memang akan membuka sendiri cita-citanya, dan seperti yang terjadi pada sebuah tempat berpijak, dimana akses jalannya kurang memadai kadang menjadi sebuah hambatan bagi penggunanya. Setelah sekian lama keresahan itu berkumpul hingga 10 Mei 2016 silam, beberapa kolega dan kamerad membuat sebuah protes-art yang di dalamnya bertuliskan “Hati-hati Jalan Rusak Parah,” dengan kalimat sarkes “KAMI LUPA RASANYA ASPAL” yang hendak menyampaikan sebuah pesan protes terhadap pemerintah desa setempat bahwa gang kami dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilalui – terlebih saat musim penghujan. Karena dalam Semangat Muda-nya Tan Malaka mewasiatkan; “Sejata kaum revolusioner ialah Otak, Pena dan Mulut.” Dan sebab hal itu teman-teman mencapai sebuah consensus untuk menuliskan protes-art tersebut.
   
Dengan melalui jalur birokrasi terstruktur, yakni melalui lembaga yang terkait dengan infrastruktur desa tersebut. Beberapa diantara kamerad mendatangi kantor kepala desa (Jawa; kuwu) dengan maksud menyampaikan aspirasi serta persoalan yang dihadapi oleh warga setempat. Persoalan yang menyangkut infrastruktur tersebut memang menjadi persoalan biasa dalam sebuah pemerintahan, akantetapi berbeda dengan perspektif kali ini, karena dampak yang dikaji atas kerusakan infrastruktur tersebut ialah dengan mengingat bahwa ditempat tersbut banyak terdapat lansia, ibu hamil, dan anak-anak kecil yang sedang menempuh pendidikan dasar dan apabila jalan tersebut terkena siraman air terutama musim hujan tadi, maka sudah barang tentu tanah yang terdiri dari tanah liat yang di impor dari sawah dengan system jublag tersebut akan becek (Jawa; medok). Dan dengan kondisi demikian maka reaksi massa sudah sepatutnya menyuarakan aspirasinya sebagai andil dari pemuda setempat, juga dengan menimbang bahwa jika terjadi hal yang tidak diinginkan maka ini akan menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena ini menyangkut tanggungjawab bersama seluruh warga dan juga sebab infrastruktur tersebut merupakan sebuah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah sebagai salah-satu alat mencapai kemakmuran bersama atau kemaslahatan, sehingga tidak terdapat sebuah kemaslahatan yang timpang; semuanya sama merasakan. Dengan mengacu pada sebuah tendensi;

مصلحة امام على الرّعية منوط بالمصلحة عا مة
“kemaslahatan atas pemimpin harus mengikuti kemaslahatan warganya”

Sehingga dengan kaidah tersebut protes-art terkonstruksi, meskipun jawaban yang diterima sama dengan apa yang didendangkan oleh Iwan Fals “sabar sabar dan tunggu.” Namun upaya perbaikan terus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, seperti dengan ongkahan batu bata (Jawa; brangkal) atau dengan batang pohon yang telah berbentuk papan. Karena tadi, menunggu, dana yang di gelontorkan oleh pemerintah belum samapai, dan oleh sebabnya inisiatif dan alternatif tersebut dilakukan, bukan hanya diam dan menggerutu – terlebih memaki kinerja pemrintahan. Sebab peranan pemuda didesa begitu diperlukan dalam merawat desa dengan segala aspek yang melatarbelakanginya, segala bentuk keindahan, keamanan dan kenyamanan yang juga melingkupi skup vital sebuah desa; ekonomi, pendidikan, kesehata dan budaya menjadi sisi urgent yang menjadi harga mati.

Dan pada tahun berikutnya, tepatnya hari rabu tanggal 10 Mei 2017 jawaban atas perjuangan itu muncul dengan tanpa diduga sebelumnya la yahtasib, sebab ketua Rt menginformasikan pembangunan jalan untuk hari berikutnya, yaitu kamis. Kamis yang bertepatan dengan pertengahan bulan Sya’ban yaitu 15 Sya’ban dalam kalendar Hijriyahnya atau juga nishfu sya’ban yang sering didengungkan sebagai tutupnya buku amal perbaikan seorang manusia serta. Dengan tradisi pembacaan surat yassin sebanyak 3 (tiga) kali sebagai wasilah atau media dalam meminta ampun kepada Sang Pencipta.

Bersama-sama dengan warga setempat, kerja bakti (Jawa; gorol) di lakukan pada malam hari. Di mulai pukul 20:00 WIB setelah warga selesai membaca surat yassin tersebut, mereka keluar rumahnya dengan membawa perkakas seperti cangkul dan skop sebagai alat untuk gorol tersebut, dengan komando dari pak Rt yang membagi peserta gorol kedalam dua titik; di bagian muat dan bongkar, sebab lokasi gang dan pembongkaran batu berjauhan. sehingga dengan membagi pekerja menjadi dua bagian di harapkan pekerjaan pengurugan tidak memakan banyak waktu. Dan oleh sebabnya, pengerjaan tersebut dilakukan pada malam hari ialah dengan pertimbangan bahwa waktu tersebut merupakan waktu warga atau pun penduduk untuk bersantai, terlebih pada malam itu disudahi dengan pambacaan surat yassin sehingga pada lembaran awal bukunya akan menjadi sebuah prestasi gemilang bagi setiap personalnya – ditandai dengan amal baik. Kendati demikian masih juga terdapat beberapa warga yang tidak mengikuti acara kerjabakti tersebut, dengan alasan sibuk atau kelelahan tidaklah menjadi soal, karena banyak juga para petani yang lebih lelah namun tetap menyisihkan waktunya untuk kebersamaan.

Di awali dengan amal baik seperti pelaksaan kerja bakti tersebut, diharapkan warga semakin menjadi rukun, aman, dan yang lebih penting dari hal itu ialah terbukanya dialog-dialog yang sama sekali jarang ditemukan pada hari-hari biasa. Ditambah dengan dengan pergantian buku amal kebaikan manusia pada ‘alam lain’ manambah semakin digjayanya moral sosial dan spiritual dengan ikhtiar-ikhitar konkritnya dalam melahap 250m panjang gang, serta kondisi yang tidak memungkinkan seperti tadi – menghawatirkan. Dan setelah setahun menunggu, jawaban sosial itu datang, dengan pemasangan batu pada bagian dasarnya yang kemudian di beton atau cor yang menambah kekokohan dari jalan gang tersebut, sehingga memudahkan akses bagi siapapun yang melintasinya. 

Dan pada selasa, 16 Mei 2017 pengecoran dilakukan, dengan bergotong royong, bersama warga setempat, dimulai sejak pukul 08:30 hingga menjelang maghrib 18:45 WIB, gang yang memiliki panjang 250m dan lebar 2,5m tersebut tertutup oleh beton yang diangkut oleh mobil Fajar Mix sebanyak 8 mobil serta didistribusikan ke gang dengan bantuan gerobak (Jawa; gelodog) dan mobil mini colt. Perangkat desa dan juga aparatus pemerintah seperti Polisi dan TNI juga hadir menyaksikan pembangunan jalan tersebut, dengan husnudzan agar tidak terjadi apa-apa, dan yang tak kalah menarik ialah konsumsi yang terus berdatangan dari setiap rumah untuk memberi asupan enegi kepada warga yang mengikuti kerja bakti tersebut.



Sya’ban merupakan persiapan jasmani dalam menyambut datangnya bulan suci, yang membersihkan hati juga melingkupi jsamani, dan dengan adanaya momentum seperti kerja bakti seperti ini, maka nyata bahwa ibadah bukanlah melulu mimengenai relasi ritual seperti sholat atau yang lainnya (ibadah mahdah), namun juga ibadah yang demi kemaslahatan bersama (ghairu mahdah) keduanya saling bersinergi dan selaras dalam sebuah tatanan masyarakat, dan sudah barang tentu pahala yang didapat akan berlipat, apabila pengerjaan infrastruktur seperti jalan tersebut di niatkan semata-mata untuk ibadah. Amin.

Selasa, 26 Mei 2017

Ahonk bae               

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.