[ads-post]



              Pada episode klimaks dari tetralogi buruh yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer bertajuk Rumah Kaca yang dalam seri terahir ini respon pemerintah Hindia Belanda yang melihat geliat perlawanan yang meluas ditanah jajahan mereka.
Dalam buku ini Minke menjadi suatu representasi atas pembangkangan seorang anak terpelajar dari Pribumi yang menjadi target nomer satu untuk ditangkap dan ditahan, tetapi yang lebih unik adalah sebuah penahanan tulisan pribumi yang bersifat progresif terhadap pemerintah.
                Dengan adanya berita dari Tiongkok bahwa Dokter Sun Yat Sen menjadi orang nomor wahid karena berhasil merobohkan dinasti Ching yang lama menghisap bangsanya. Dan berita dari komunitas Tionghoa yang berada dilingkungan Pribumi yang mendirikan H.C.S (Hollands Chineesche School) yang setara dengan E.L.S (Europeesche Large School) yang di ikuti oleh priyayi, sekolah tersebut didedikasikan untuk komunitas Tionghoa yang berada di Indo. Dengan ditangkapnya Minke kini SDI diserahkan kepada Jaques Pangemann yang dipercaya oleh Minke bisa membawanya kearah yang lebih maju dalam sektor perdagangan pribumi, yang sudah mengoyahkan Aglemeene Landbouw Syndicaat: gabungan para pengusaha pertanian, juga berhasil menggoyang tampuk kekuasaan Ondernemersbound : persatuan pengusaha perkebunan, dibalik semua sndiwara yang dimainkan oleh pemerintah T.A.I (Total Anti Inlanders) yang dikepalai oleh Robert kini semakin gencar menebar terror kepada Minke dan istrinya, beruntung Prinses dapat mengangkat revolver (senjata) hingga membuat para peneror kabur kocar kacir. Dibalik usahanya memajukan SDI Pangemann juga memiliki muslihat agar Minke terseingkir dari Medan dan kekuasan beralih pada dirinya yang kini telah menjadi polisi kelas-I.
Karena ulahnya kini Robert mendekam diruang tahanan, karena sebelumnya melakukan kecerobohan dengan menyalahi perintah dari Pangemann untuk berhati-hati. Dengan kepercyaan yang diberikan Minke malah Jaques Pangemann memanfaatkannya sebagai kepentingan pribadi dengan menggantikan Shuurof yang masih dalam struktur Medan. Didaerah Kwitang tepatnya disarang penyamun pangemann membuat janji dengan Robert untuk bertemu dan melaporkan sesuatu dari penyelidikannya untuk menyingkirkan Minke, Rientje de Roo sebagi pelacur yang berkelas mencoba menghancurkan Pangemann dengan merayunya, beruntung Pangemann telah bersiap sebelumnya untuk tidak tergoda olehnya,. Dalam usahannya Pangemann selalu diingatkan oleh sang istri untuk tidak terlalu berambisi dalam menyingkirkan Minke karena ia adalah orang yang berjasa untuk Pribumi, hingga hal ini terus menghantui Pangemann dalam kesehariannya. Dengan menerima tugas dari Van Dam tot Dam untuk penumpasan gerombolan Pitung yang berada di Bogor dan sekitarnya hingga tidak ada lagi golongan yang menentang kolonial, hingga dengan ini ini naik pangkat menjadi komisaris kecil yang terus mendapat tugas dan arahan, terutama dari Mr. K yang  tidak ingin Hindia menjadi Filipina yang dirobohkan oleh pelajar negrinya sendiri. Dan tugas aneh yang diterimanya adalah mengumpulkan berkas atau tulisan pribumi yang dianggap menentang kolonial, hingga berkas itu terkumpul dalam sebuah tempat dikantor pemerintahan (polisi). Minke dibuang ke Ambon karena tuduhan yang tidak beralasan, namun ia disana bertemu dengan pangeran Van Son.       
Dalam pekerjaannya mengawasi gerilya tulisan pribumu Pangemanann di bantu oleh tuan De Man dalam kesehariannya di kantor barunya yang kini berada di kanornya, dengan tuan tersebut Pangemanann belajar memahami masyarakat Jawa melalui diskursus wayang , karena dengan mempelajari wayang tersebut masyarakat Jawa dapat di lumpuhkan, dalam perjalanan kariernya Pangemanann mendapat surat yang membuat ia kebingungan, antra di pecat dan dipensiunkan oleh atasannya, namun dalam surat itu berisi bahwa ia dinaikan pangkatnya dan dimutasi ke Bogor dengan mendapatkan fasilitas yang lebih memadai dari sekarang.
Dalam keterkejutannya menempati rumah baru yang kini berada di Bogor yang ternyata bekas rumah Minke-gurunya, kini ia harus menanggung rasa yang lebih terhadap Minke, dan dalam kesehariannya selalu berkecamuk “saya telah menghianati bangsaku sendiri”, dalam kantor barunya ia sering berbincang dengan tuan L yang selalu mencoba mempelajari kelemahan pribumi melalui tulisan-tulisannnya, dan mendapatkan atasan baru yang memiliki kapasitas sebagai seorang sarjana hukum lulusan Prancis yaitu tuan R, tidak sedikitpun curiga bahwa tempat baru yang ia tinggali ternyata bekas Mr. De Lange yang mati bunuh diri dalam ruangan yang kini ia tinggali sehingga pergulatan pemikiran Pangeman selalu berkecamuk dalam keseharian dan melulu dalam pekerjaannya, yang sejatinya Pangemanann mengagumi sosok Minke sebagai guru dari semua perjuangannya, namun karena terjebak dalam jabatan dibawah cengkraman Kolonial ia tidak bisa melakukan sesuatu apapun. Prinses dan Piah dua kali datang kerumahnya, meski hanya dari balik pagar sekedar hanya untuk melihat kondisi rumahnya, perlakuan diskriminatif dan represif selalu di terima keduanya saat berkunjung, entah dengan alasan apa namun yang pasti mereka berdua selalu disingkirkan.
Dalam gerilya perjuangannya dengan Minke Mr. Henrik Frischeboten juga mengalami nasib yang sama seperti Minke, di jadikan tahanan politik ke luar negri, pada hari-harinya ia (Pangemanann)mendapat surati surat-surat Minke dalam jumlah besar berikat-ikat, dan Syarikat telah mendapat kandidiat baru pemimpinnya yaitu Tjokro dengan cara aklamasi,selang ditangkapnya anggota dari SI kini keributan meluap ke permukaan dan penangkapan tak bisa dihindarkan oleh pemerintah Belanda, dengan sewenang-wenang mengitimidasi perbuatan mereka yang membuat provokasi dan propaganda.
Tuan Douwager, Wardi, dan Tjiptomangun merupakan sekumpulan dari perpecahan oraganisasi yang pernah Minke dirikan, hingga Boedi Moeljo di dirikan sebagai pertai politik yang mengisi percaturan politik yang masih tetap dalam jangkauan kolonial yang terus memburu organisasi-organisasi yang hendak menghacurkan kekukuhan kekuasaan penjajah, Pangemanann telah mendapat tugas “gila” yaitu menghentikan haria  De Ekxpres Semarang yang juga terlibat dalam mennyiarkan berita kekalahan Eropa yang kini di lirik oleh Dunia, hingga Wardi dan Douwager menjadi tahanan politik yang berhir pada pembuangannya (tidak berdaya dalam perjuangan).
Dalam impian cuti yang di dambakan oleh Pangemanann ia telah gagal dalam tahun 1914 yang mungkin menjadi dewi fortuna baginya, dan dalam tahun tersebut Insulinde telah berdiri sebagai organisasi, dan pergerakan Sneevlit beserta Ir. Baars telah di awasi oleh pemerintah dalam kali terahirnya partai sosial-demokrat sebagai organisasi yang didirikan oleh pelajar Hindia. Dalam perjalanan hari-harinya Pangemanann mendapatkan surat-surat Minke yang kini menjadi pusat kajian pemerintah kolonial, surat itu tiada lain sebuah penolakan akan Tjokro sebagai pemimpin Syarikat, juga keputusannya dalam memimpin belum dikonsolidasikan dengan Hadji Samadi sebagi orang yang terdekat dengan Minke. Hingga rasa frustasi akan kehidupan Pangemann terus menghantui dan dimuarakan pada botol-botol Wiski yang di anggap mampu meredam kegelisahan hingga Paulette istrinya memarahinya dalam tangisan dan meminta untuk pergi ke Eropa meninggalkan Pangemann, dalam kesehariannya yang sepi Pangeman mencoba menyusun tulisan-tulisan Minke yang ia anggap sebagai autobiografi : Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, dan Jejak Langkah. Yang kini ia susun sendiri dengan memadukan surat-surat yang berada di Rumah Kaca.
Kini Pangemanann disibukan dengan meneliti tulisan-tulisan Marko yang kini mengunakan nama pena Marco, tulisannya semacam api pembakar semangat bagi Pangemanann juga bagi Pribumi khususnya, gaya tulisannya yang baik tidak mencirikan bahwa ia seorang anak dari pedesaan juga tidak meninggalkan kesan bahwa ia anak terpelajar dan hanya lulusan E.L.S yang selalu memegang amanat ayahnya untuk bertemu dengan Raden Mas Minke yang diyakini ayahnya sebagai pengubah nasib pribumi, dengan kalimat dalam autobiografinya terdapat tulisan semacam sarkasme bagi kolonial “atasan kebawahan adalah perintah yang tidk bisa dibantah, larangan, dan cacian. Dan dari bawah keatas adalah ketamakan dan keserakahan yang terus menjilat”  dan dialami oleh Marko yang desanya selalu dieksploitasi oleh kolonial dengan Culturstelselnya. Kemajuan yang dialami Marco tidak begitu dialami oleh Tjokro sebagai sebuah benalu dalam Syarikat atau mungkin karena Tjokro sedang menikmati mobil barunya yang tidak seorang pun bisa memiliki mobil pada saat itu. Dengan pekerjaan tiada henti meneliti dan mengamati sepak terjang Minke, mulai dari kehidupannya, pendidikan, dan keluarganya, Pangemannann selalu dihantui rasa menyesal yang teramat sangat dalam nuraninya, belumlah Minke selesai dalam pandangan matanya kini hadir sesosok permpuan muda berbakat yaitu Siti Soenardi yang dalam perjalannya membuat pemerintah kolonial bertanya-tanya, juga menjamurnya oragnisasi semacam Syarikat dimalang yang terus membuat pemerintah naik pitam.  
Sneevliet dan rekan satu kamradnya yaitu Ir. Baars pada tahun 1917 bersama mendirikan sebuah terbitan Soeara Merdeka, namun dengan itu Pangeman tidak mengambil pusing atas sikap yang mereka berdua suarakan dalam panggung pidato dan percaturan politiknya, dengan selalu mengawasi gerak gerik Marco dan Siti Soenardi yang semakin gencar dalam setiap gerilyanya, walau sadar bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa “Organisasi bagi mereka masih merupakan boneka baru, kerejaan baru, sebagaimana halnya dengan nenek moyang mereka berabad-abad lamanya bercakar-cakaran, bunuh-membunuh, fitnah memfitnah, untuk mendapatkannya” .  dalam pengawasannya, Pangemanann tidak luput dari ambisi pribadinya sebagai seorang yang kesepian dalam hidupnya, sehingga ia membicarakan sesuatu yang sedikit kurang sopan dengan Gubermen dengan meksud ingin menikahi Siti Soenardi, maka Gubermen melayangan surat kepada ayahnya yang selaku Bupati, dengan memberikan opsi bahwa jika tidak memenuhi kehendak Gubermen maka perkuliahan kakaknya akan di hentikan atau ia akan dipensiunkan tanpa pesangon, dengan kecerdasan Siti S saat ia bernegosiasi dengan kedua orang tuanya dan kabur kesana-kemari sebagai rasa penolakannya akan permintaan perkawinan politis tersebut, karena ia memiliki tekad untuk berbuat sebaik mungkin untuk bangsanya dan tidak mau diperlakukan seperti Gadis Jepara dulu. Bukan dengan semudah membalikkan telapak tangan saat berusaha kabur dari cengkraman kolonial, dengan berbagai cara Siti S ditangkap, isu pembakaran ladang tebu di Pemalang  seluas 15 Hektare semua di tandaskan atas namanya.
Dalam upaya untuk kabur dari jeratan pernikahan yang tidak dikehendakinya Siti S mengikuti Wardi yang telah dibuang ke Nederland, juga Marco yang secara diam-diam mencintai Siti S juga ikut serta bersama mereka. Seorang dari Boedi Moeljo berdialong dengan Pangemanann sebagai perantara keinginan Gubermen yang ingin berbicara dengan Sneevliet namun belum gubris secara serius olehnya.
Dalam perjalanan karir Pangemanann kini ia mendapat atasan atau sep baru yaitu Van Limburg Stirum, seseorang yang belum memiliki terobosan untuk perekonomian Kolonial dan masih disibukkan dengan urusan pribadinya. Dengan maksud mengundang seorang wanita tuna susila kerumahnya bernama Rientje de Roo sebagai pemuas hasrat seksualnya namun kenyataan berkata lain, Pangemanann telah mendapat berita dari bawahannya Sarimin bahwa wanita yang ia pesan untuk malam ini telah tewas dan ia telah mencatat nama-nama pelanggan yang suka tidur dengannyatermasuk Pangemanann yang diketahui telah delapan kali memesan dirinya, sadar akan karirnya disektor kepolisian yang dengan akan adanya berita tersebut akan mengancam reputasinya maka ia mengambil jalan “kong-kalikong” dengan Sarimin, dengan bahasa memeras Sarimin memaksa Pangemanann untuk membayar 900 Gulden sebagai upah ganti dari dokumen yang menyatakan dirinya sering ke tempat plesiran tersebut, sehingga dengan tergopoh-gopoh ia meminjam uang ke Javasche Bank untuk membayar Sarimin sebagai tutup mulut atas keakuannya. Dengan keadaan yang serba hancur, kini Pangemanann hanya berinteraksi dengan minuman keras hingga tidak sadar bahwa stok minumannya dalam bupet telah habis, Tuminah sebagai babunya telah berusaha keras melarangnya untuk berbuat demikian namin Pangemanann selalu menolak untuk tidak menashatinya, melihat ia adalah seorang babu/pembantu dalam rumahnya yang mengurus keperluan dirinya selama ini.
Berita bahwa Minke akan dibebaskan seminggu lagi dan berlabuh di Tanjung Perak Surabaya, namun dengan catatan harus non-aktif pada Syarikat, dan setalah kedatangan Minke semua orang menyambitnya dengan gegap-gempita sewaktu menuruni kapal dari kabinnya. Minke mengunjungi Surabaya dan memilih melihat H.B.S asal sekolahnya dulu, dengan ditemani nostalgia dari Pangemann yang mengajak Minke memasuki masalalunya meski dalam kepulangannya dari pembuangannya Minke tetap tidak berbahagia. Di Wonokromo Minke mencoba melihat lagi apa yang ia pernah lalui dengan Nyai Ontosoroh dan Annelies istrinya yang telah lama meninggal, juga memlihat Boederij Wonotjolo yang dulu mengurusnya bersama Nyai dan kini di pegang oleh Dasman, dan Wonokromo Minke bertemu Pianah, dan mampir ke MULOKKEN handel in specerijen yang merupakan tepat penjualan rempah-rempah. Dalam perjalanannya Minke belumlah sepenuhnya bebas karena harus menandatangai sebuah surat perjanjian yang di dalamnya berisi bahwa Minke tidak boleh terlibat dalam organisasi dan politik yang mengikat dirinya yang sudah barang tentu ia menolaknya dengan tegas.
Perjalanan Minke selalu mendpat pengawasn pemerintah dengan cara menguntitnya kemanapun ia pergi, hingga suatu saat Minke singgah di hotel Medan yang dulu merupakan miliknya bersama teman-temannya namun bertia bahwa hotel tersebut telah berpindah tangan dengan jalan lelang tentu membuat Minke keheranan dan bertanya-tanya, mengapa Kardi sebagai orang yang dipercayanya tidak membicarakannya terlebih dahulu?. Dan setelah berjalan kesana-kemari ahrinya Minke bertemu dengan sahabat lamanya yaitu Goenawan yang dulu pernah bersengketa pikiran dengannya, dan dalam rencananya Minke hendak melakukan gugatan kepada Gubermen dan Bank, dan bermaksud menyawa ahli hukum namun Minke membantah “kalau ahli hukum itu hanya tahu uang, tentunya tak perlu lagi ada hukum yang harus mereka pertahankan dan mereka bela”, namun dalam hitungan hari selanjutnya Minke telah sakit-sakitan hingga ia menderita disentri tanpa dirasa dan pada ahirnya ia meninggal. Dalam suasana duka tersebut tidak ada yang mengantarkannya ke kuburan kecuali Goenawan dan Pangemanann itu pun dari kejauhan.
Kepulangan Minke tak pernah disiarkan dalam surat kabar bahkan dari sekian banyak dari mereka telah lupa kepadanya yang telah membuatnya menetaskan organisasi-organisasi nir-pemerintah kolonial. Hingga anak didik dari desa bernama Marco pun tidak urung terlihat pada pekuburan Minke yang sepi diziarahi oleh teman-temannya dulu yang begitu loyal kepadanya. Dalam perjalanan waktunya, ide dan gerilya Minke tertular pada seorang anak dari Semarang bernama Semaoen yang memiliki keberanian luarbiasa dalam berkoar tentang perlawanannya terhadap pemerintah kolonial yang semakin menjadi dengan segala sistemnya, ia juga merupakan seorang kandidat calon agitator terkuat dengan pidato dan tulisannya. Janji Gubermen akan mengirimkan delegasi ahirnya memilih dua dari oraganisasi pribumi untuk dikirim ke Nederland yaitu Sewoyo dari Boedi Moeljo dan Abdoel Moeis dari Syarikat Islam dan karena ini membuat tauan Tjokro naik pitam. Dengan sunyinya hidup Pangemanann maka ia memutuskan untuk mendatangi kuburan Minke dengan membawa seikat bunga bagi gurunya yang tidak disadari oleh Minke, akan tetapi ia melihat seikat bunga yang mendahului dan itu merupakan bunga dari Jamiatul Khair menurut sopir yang mengantarkannya. Tak lama setelah kepergian Minke Nyai Ontosoroh/Sanikem/Madame le Boucq datang ke Betawi, Buitenzorg, dan Sukabumi bermaksud untuk mencari Minke namun ia di hadapkan dengan berita kematian Minke, dengan setengah tidak percaya Nyai mencoba selalu tegar seperti biasanya dan ia meminta Pangemanann untuk mengantar ke kuburannya. Dan setelah itu Pangeman bercerita tentang Minke dan ahirnya menyerahkan teks yang di simpannya yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah. Yang semuanya telah disimpannya dalam Rumah Kaca.
Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles (Prancis)
“Dia Rendahkan Mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka yang Terhina”  
Dan Minke merupakan sesosok pelajar pribumi yang cerdas dan mampu merespon balik akan apa yang terjadi dalam lingkungannya dan mencoba untuk memerdekakan apa yang semala ini menjadi jajahan kolonial, namun dengan segala kelicikannya kolonial terus memburu, bukan hanya pelakunya (Minke) tetapi karya-karyanya bagi pribumi yang lain dibungkam dalam Rumah Kaca  yang tak lain adalah istana pemerintah kolonial.
Arajawinangun cCirebon Selasa, 23-02-2016 (end of Tetralogi Buruh)               

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.