[ads-post]



المحاضرة الثالثة والثلا ثون
حد السرقة وقطع الطريق
Dalam pembahasan ke-33  menerangkan tentang:  
“Hukuman bagi pencuri dan pemotong jalan (begal)”,
seperti yang telah tersurat dalam surat al-Maidah ayat 33-40 : 
التحليل اللفظي
dalam pembahasan lafadz mengenai punishment atau hukuman bagi orang yang melakukan pencurian dan perampokan, ayat telah merangkumnya dalam pembahasan kata demi kata yang mushonif anggap itu adalah bagian paling urgent dalam pembahasan mengenai tindak kriminalitasnya, seperti :
yukharibu : di ambil dari kata perang yang memiliki antonim damai, dan asal dari kalimat tersebut ialah pelanggaran dan merampok harta, namun yang di maksud dengan kata tersebut ialah memerangi kekasih-kekasih Allah dan rasul-Nya, yang di dalamnya termasuk umat islam.
Fasadan: memiliki arti membuat kerusakan dengan antonim membuat kebagusan, dan perkara-perkara yang keluar dari kebagusan, keindahan ialah kejelekan atau fasad, seperti merusak tatanan yang di ciptakan Allah. Dan sebutan orang yang merusak tatanan tersebut ialah ifsad atau seperti sesorang yang membuat teror di jalan, membunuh, melukai atau menganiaya, dan merampas harta (begal).
Yuqottalu : ialah sebuah sanksi di bunuh atas perbuatan tersebut, tidak ada dispensasi atau keringan dan tidak di hindarkan dari hukuman.
Yushollabu : “di panjer” atau keadaan seperti seseorang di salib dan di tempatkan pada tempat keramaian, imam Syafi’i mengatakan bahwa sholbu ialah di ikat pada kayu yang tegak berdiri dengan di bentangkan tangannya dan sehingga terkadang masyarakat yang geram kadang menusuk pelaku karena emosi masyarakat tidak terbendung yang menyebabkan pelaku tersebut tewas.
Min khilafi : ialah sebuah hukuman dengan memotong tangan dan kakinya secara gradual atau sedikit demi sedikit dengan cara memotong tangan kanan kemudian kaki kiri atau sebaliknya kaki kiri dan tangan kanan.
Yunfau : annafyu : hukuman selanjutnya yaitu di buang atau di asingkan, karena asal kata tersebut ialah rusak atau sampah maka sudah sepatutnya di buang atau di asingkan dari bumi yang ia tapaki, dan maksud dari kata annafyu ialah di jebloskan ke dalam sel atau penjara.
Khizyun : ialah bentuk hukuman dengan cara memberi stigma stereotipe atau dipermalukan di hadapan Allah juga di hadapan masyarakat.
Al-wasilah : ialah membuat perantara terhadap Allah dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.
Naklan : ialah menjadi siksaan, dalam tafsir al-Mishbakh di katakan : sebuah bencana yang beruntun.
Dalam simpulan kata per-kata tersebut ialah hukuman bagi pecuri dan perampok (begal) antara lain : di bunuh, di salib, di potong tangan dan kakinya secara gradual, di asingkan, dan di permalukan.
المعنى الإجمالي
Dalam sub bab makna yang bersifat global mengenai cakupan hukuman atas perkara pencurian dan perampokan ialah tiada lain seperti di bunuh, di salib, di potong tangan dan kakinya secara bergantian, atau di asingkan ke tempat yang jauh dan itu merupakan sebuah adzab yang Allah berikan kepada pelaku tersebut di dunia, namun ada akan ada lagi punishment yang berat nanti di akhirat kelak atau dengan kata lain, di neraka. Kecuali bila ia bertaubat dari perbuatan tersebut dan berkomitmen untuk tidak menglanginya kembali, maka pintu taubat itu terbuka lebar atasnya.
 Sesungguhnya orang kafir yang yang tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya sehingga mereka beranggapan bahwa semua harta yang ia miliki kelak akan di jadikan semacam tebusan atas siksaan Allah, maka Allah tidak akan menerima akan adanya hal demikian, karena Allah sudah sudah menetapkan adzabnya dengan secara langgeng ke dalam neraka jahanam kepada semua orang kafir, meski mereka(orang kafir) memiliki keinginan agar bisa keluar dari neraka, akan tetapi mereka tidak memiliki jalan atas semua itu, dan mereka tetap di dalam neraka dengan langgeng. Kemudian Allah menetapkan sebuah hukuman atas pencuri laki-laki dan perempuan, dan Allah memerintahkan itu merupakan representasi atas sebuah hukuman di dunia atas perbuatan mencuri bagi laki-laki dan perempuan dan ini dijadikan sebuah siksaan atau punishment atas perbuatan kriminal tersebut, dan Allah menjadikan sanksi tersebut supaya dijadikan pelajaran atau untuk menghentikan perbuatan tersebut sehingga menghentikan segala aksi kejamnya baik menganiyaya atau merusak sebuah tatanan sosial, sehingga menjadi sebuah keteraturan sosial yang aman bagi manusia, baik hartanya dan juga nyawanya, Allah menjadikan syari’at yang mulia dalam sebuah perintah dan larangan yang di dalamnya tidak ada sebuah keraguan atas sebuah syari’at karen demi terciptanya kemaslahatan manusia. Kandungan hikmah yang terdapat sebuah taubat ialah mengidahkan perbuatan dan memeprbanyak amal.     
سبب النز ول
Di riwayatkan dari sahabat Anas dari qobilah ‘Urainah yang datang menuju Madinah sehingga mereka terkena diare (murus/mencret), sehingga rasul mengirimkan sebuah onta zakat, dan rasul memerintahkan qobilah tersebut agar meminum susu dan air seni onta tersebut, kemudian mereka melaksanakan perintah tersebut hingga ahirnya sehat, namun setelah itu mereka murtad/apostasi dari islam dan membunuh penggembala tersebut, juga menggiring onta tersebut, hingga berita itu sampai kepada nabi dan nabi memerintahkan untuk mengejar qobilah tersebut kemudian mereka di potong tangan dan kakinya secara gradual, dan menusuk matanya, kemudian nabi meletakkan meraka di pasir hitam bercampur batu yang panashingga meninggal, kemudian turunlah ayat di atas.
وجه الارتباط بالايات السابقة
Ayat al-Qur’an selalu memiliki keterkaitan atas ayat yang satu dan ayat yang lainnya, seperti dalam kisah Qabil dan Habil yang menjadi kedua anak laki-laki dari nabi Adam AS, Setelah Allah menerangkan betapa jeleknya pebuatan membunuh, sehingga Allah memeberatkan hukuman atas perbuatan tersebut karena ketika memebunuh tanpa alasan yang benar maka sama saja seperti membunuh banyak manusia, dan Allah menuturkan hukuman bagi mereka yang membuat kerusakan, keonaran, kecemasan di muka bumi, sehingga mereka enggan untuk melakukan perbuatan tersebut dan Allah sudah menetapkan hukuman atas perbuatan tersebut, karena perbuatan seperti mencuri dan merampok merupakan sesuatu yang merusak rasa aman di muka bumi, sebuah kerusakan atas sebuah kerusakan, maka Allah menetapkan syari’at atas perbuatan tersebut agar supaya manusia tidak melakukan hal-hal yang dilarang tersebut. “Fungsi sanksi dalam islam itu untuk mencegah kejahatan”.
الطا ئف التفسير
Faidah-faidah lembut atas tafsir ayat tersebut terbagi dalam enam  bagian, yaitu :
Pertama : menuturkan bahwa seseorang atau kelompok yang memerangi Allah itu merupakan sebuah majas karena Allah tidak bisa di perangi atau bahkan di kalahkan karena kasempurnaan Allah, namun dalam pembukaan ayat tersebut ialah membuang mudhof atau penyandaran terhadap arti yang sebenarnya, maka yang di maksud dalam ayat tersebut ialah memerangi kekasih-kekasih Allah seperti orang islam, seperti dalam sebuah hadist sahih yang mengajarkan tentang rasa belas kasih terhadap manusia, namun menggunnakan redaksi yang sama seperti pada pembukaan ayat di atas :
ابن ادم استطعمتك فلم تطعمني"
“hay anak Adam saya meminta makan kepadamu, maka kau tidak memberi makan kepadaku”
Kedua : kata yunfi memiliki arti di buang atau di asingkan, namun dengan di penjara juga merupakan sebuah pengasingan, seperti yang dikatakan imam Malik dalam mengartikan kata yunfi ialah penjara karena dengan itu maka penjara sama maknanya dengan pengasingan dari gemerlapnya dunia juga merasakan balasan atas prilakunya. Juga seperti yang di katakan oleh imam al-Fakhr : seperti yang di ucapkan oleh masyarakat ketika menjebloskan “Sholikh bin ‘Abdul Qudus” dengan tuduhan zindik, kemudian beliau mendendangkan sebuah sya’ir :
"خرجنا عن الدنيا وعن وصل أهلها = فلسنا من الأحيا ولسنا من الموتى"
إذاجاءنا السجان يوما لحاجة = عجنا وقلنا جاء هذامن الدنيا"
“aku keluar dari dunia, dari kerumunan dunia, aku rasakan hidup namun aku rasakan  mati”
“ketika sesuatu datang padaku orang yang mengantarku kemari, maka aku heran ada orang yang datang dari dunia”.
Ketiga : az-Zamaksyari mengatakan : dalam kata “liyaftadu bihi”-(al-maidah: 36) ini adalah sebuah perumpamaan akan sebuah tetapnya siksaan yang di peruntukkan bagi o6rang kafir meski mereka berfikir harta yang mereka miliki dapat mengantarkan menuju tempat yang lebih baik, namun tidak ada jalan untuk selamat menuju surga, seperti yang di ceritakan Nabi dari Qutadah dari Anas RA
وعن النبي ص.م أنه قال : {يقال للكافر يوم القيامة : أرأيت لو كان لك ملء الأرض ذهبا أكنت تفتدي به؟ فيقول : نعم, فيقال له: قد سئلت أيسر من دلك, ألا تش ك بي شيئا فأبيت}
“dari Nabi Muhammad SAW : mengucapkan pada orang kafir pada hari kiamat, kau menceritakan kepadaku seumpama ada emas sebanyak bumi mau kah kau menukarnya? Maka nabi menjawab “iya” maka nabi mengatakan  kepada mereka : dulu saya tidak meminta apa-apa darimu, kecuali untuk menyembah Allah dan jangan menyekutukannya”
Keempat : mendahulukan lafadz pencuri laki-laki dari perempuan di karenakan banyaknya kasus tersebut di dominasi oleh kaum laki-laki, seperti dalam surat an-nur ayat ke-2 “az-zaniah wa zani” akan tetapi ada sesuatu yang terbalik dalam sinkronasi ayat tersebut, ketika di amati bahwa pencuri itu banyak dari kaum laki-laki dengan segala keberaniannya, sedangkan pelaku zina kebanyakan kaum perempuan sehingga di sebut “ala” atau jelek atau dlam konotasi lain di sebut dengan sampah.
Kelima : imam al-ashma’iy : mengatakan kepada para Badui bahwa “allahu ghafurur rahim”(allah adalah maha pengampun) namun imam tersebut lupa, sehingga orang badui menanyakan, ucapan apakah itu? Itu kalamullah, dan mengucapkan hal itu kembali. Dan tidak ada ucapan seperti itu, maka ia mengucapkan kembali “wallahu ‘azizun hakim” (allah adalah hakim yang bijaksana) sehingga orang Badui menyebut ini bukanlah al-qur’an karena susunannya keliru karena seharusnya hakim dulu kemudian maha pengampun. Kemudian imam tersebut mengatakan apakah kamu bisa membaca al-qur’an? Tidak. dari mana kamu tau bahwa saya salah dalam membaca tadi? Dengan merasakan bahwa allah itu aziz, hakim, menghukum, walau pemaaf, maka hukuman itu tidak ada. Kemudian imam tadi mengatakan betapa cerdasnya Badui itu karena kuat akan instingnya akan sebuah korelasi akan sebuah ayat dan sinergi antar ayat.
Keenam : sebagian atheis mengatakan tentang syari’at potong tangan tersebut, yang di dendangkan melalui nadzam :
"يد بخمس مئين عسجد وديت = ما با لها قطعت في ربع دينار"
"تحكم ما لنا إلا السكوت له = وأن نعوذ بمولانا من النّار"
“tangan yang di tebus dengan 500gr emas yang hanya dipotong oleh perbuatan yang bernilai 4 dinar”
“tidak ada diam atas hukum namun kami memohon agar tidak di masukkan ke dalam neraka”
Karena nilai baigi tangan yang lurus atau amanah ialah 500gr atau 10 dirham akan tetapi menjadi hilang karena 4 dinar.
Maka ada jawaban atas nadzam tersebut :
عزّ الأما نة أغلاها وأر خصها = ذلّ الخيا نة فافهم حكمة الباري
 “betapa mahalnya kepercayaan atau amanah, akan tetapi betapa murahnya sebuah penghianatan, maka pahamilah segala hikmah atas segala sesuatu yang Allah sebagai dzat yang membuat alam ciptakan”
“seseorang kita hormati karena dia orang terhormat, akan tetapi menjadi tidak di hormati karena dia telah menghianati kepercayaan orang”-abah
الأحكم الشر عية
Terdapat beberapa pertanyaan dalam sub bab tentang perampok atau begal dan juga pencuri, diantaranya :
1.       Siapa orang yang memerangi Allah, dan hukuman seperti apa yang berlaku atasnya?
Pada teks ayat menyatakan bahwa seseorang yang merampok juga membuat kerusakan di muka bumi, maka di belakukan atasnya hukuman seperti di atas (dibunuh, disalib, dipotong tangannya, diasingkan), namun terjadi perselisihan pendapat diantara para ahli fiqh atau fuqoha dalam dalam istilah mukharibah (seseorang yang memerangi Allah) tersebut, di antaranya :
a.       Imam Malik mengatakan  “ialah seseorang yang membawa sebilah pedang dengan maksud untuk mengintimidasi atau menakuti penduduk, baik di tempat keramaian atau di tempat yang sepi.
b.      Imam Abu Hanifah mengatakan : “ialah seseorang yang membawa senjata, baik pedang ataupun lainnya dan bertempat di tempat yang sepi atau pedesaan, namun dalam kondisi seperti kota tidak terdapat hal demikian karena banyak orang lain atau penduduk yang akan menolongnya”.
c.       Imam Syafi’i mengatakan : “seorang yang berbangga diri dengan keadaan maling di perkotaan ialah sama, di sebut dengan mukharab, dengan ketentuan demikian bail dalam keadaan yang bertempat di jalan, rumah penduduk, dan apabila dalam pedesaan mempunyai hukum yang satu”.
d.      Ibnu Mundzir mengatakan : “al-qur’an ialah bersifat umum, dan tidak ada seorangpun yang mengeluarkan atau mengatakan suatu ayat kepada masyarakat dengan tanpa khujjah atau dalil, makaia termasuk kedalam kategori mukharabah”.
Mushonif mengatakan bahwa pendapat yang lebih kuat atau unggul atas teks tersebut mengenai istitlah “mukharabah” ialah misalkan ada sebuah golongan dalam perkotaan yang membuat teror atau ketakutan terhadap manusia sehingga mengancam hartanya, nyawa penduduk tersebut atau  akan adanya hal tersebut (bagal, pencuri) dalam dalam semua sisi.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.