[ads-post]


   Analogi sederhananya seperti sekardus mie yang di masak satu persatu ketika perut ini lapar atau sekarung beras. Berabad yang lalu di gua Hira ketika Nabi mengasingkan dari keramaian juga mencari ketenangan yang kemudian datang Malaikat bernama Jibril menyampaikan satu potongan ayat dari surat al-alaq yang redaksinya "iqra" atau bacalah, sebelum datangnya wahyu tersebut kondisi sekitar jazirah arab manusianya pintar dan peradabannya maju baik sosial maupun ekonominya hingga ekspansi perdagangannya mampu tembus pada wilayah Syam namun di balik gemilangnya harta dan tahta dari peradaban tersebut degradasi moral terjadi di sela-sela gemilangnya seperti tercorengnya nama keluarga bila memiliki seorang anak perempuan dan lebih-lebih istri di jadikan harta warisan yang secara moral akal sehat sangatlah menyedihkan.
Turunnya wahyu berupa "iqra" tersebut tidak serta merta tanpa alasan mengingat chaos yang terjadi dalam kondisi sosialnya membuat wahyu tersebut di turunkan lebih awal untuk di sampaikan kepada Muhamad yang saat itu sudah mendapat gelar al-amin sebelumnya. Membaca kondisi sosial yang menjadi maksudnya karena pada saat itu di gua kondisinya gelap jadi apa yang harus di baca? Meski Jibril mengulangnya beberapa kali kata "iqra" tersebut. Hingga beberapa saat beliau ternganga dengan apa yang terjadi atas dirinya dan sesegera mungkin beliau bertolak dari gua dan menemui Khadijah.
Desas-desus Muhamad telah menerima wahyu telah dijadikan pemeo oleh orang-orang di sekitarnya namun Khadijah mempercayai apa yang telah terjadi pada Muhamad sehingga beliau optimis dengan apa yang di redaksikan oleh Jibril dengan pendekatan yang lembut perlahan beliau membaca realitas yang terjadi di sekitarnya dan perlahan mulai mendapat pengikut yang loyal kepada beliau. Membaca merupakan kerja akal dan proses penyerapan intelektual, namun kerja mata dan akal tidak hanya tersekat pada kertas atau brail bagi tuna netra. Namun kerja mata dan akal sesungguhnya mampu menyerap apa yang terjadi di sekitarnya, kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Secara gradual redaksi di sampaikan dan esensinya di benamkan kepada realita yang sedang terjadi hingga 6666 ayat sepanjang hidup beliau dalam menyampaikan risalah islam kepada umatnya sebagai petunjuk kehidupan. Ayat yang terdiri dari muhkamat atau mutasyabihat, dari hukum hingga etika kehidupan semuanya ada dalam esensi mushaf tersebut. Mendengar atau membaca mendapat ketenangan dan melakukan mendapat balasan.
"Wonosobo03Jul/16R"........x)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.