[ads-post]

Pengantar

Pencemaran udara adalah faktor resiko yang besar memperburuk  kesehatan. Berada di urutan keempat setelah tekanan darah tinggi, resiko karena makanan dan merokok. Di perkirakan terdapat kematian prematur  6.5 juta jiwa karena pencemaran udara . Diantara pencemaran udara yang paling membahayakan adalah partikel halus beserta dengan sufur oksida, nitrogen oksida, dan ozon yang menyebabkan beragam penyakit.

Salah satu sumber pencemaran udara ini adalah pembangkit listrik tenaga batubara. Laporan ini akan membahas kesehatan terkait dengan pencemaran udara di Desa Tegal Taman, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Di dekat desa Tegal Taman (kurang dari 4 kilometer) terdapat PLTU 1 Sumuradem Indramayu (PLTU Indramayu) . PLTU Indramayu beroperasi sejak tahun 2010. Pengerjaan proyek mualai tahun 2007 oleh kontraktor pelaksana dari konsorsium China National Machinery Industry Corp (SINOMACH), China National Electric Equipment Corp (CNEEC) dan PT. Penta Adi Samudra. Pembangunan pembangkit listrik ini menggunakan jenis batubara low rank coal. Pendanaan proyek ini berasal dari Consortium of China Construction Bank, konsorsium bank lokal Indonesia dan Anggaran PLN. PLTU 1 Sumuradem Indramayu berdiri diatas lahan seluas 83Ha berkapasitas 3x330 mega watt (MW).

Untuk mengoperasionalkan PLTU kapasitas 3 x ( 300-400 ) MW mebutuhkan bahan bakar batubara mencapai 14.400 Ton / harinya, sedangkan batubara yang terbuang berupa abu jatuh mencapai 216 ton / hari dan abu terbang yang keluar dari cerobong mencapai 1211,76 ton / harinya.

Metodedan proses investigasi lapangan

Untuk mengetahui dan memerikasa seberapa besar dampak operasi PLTU 1 Indramayu terhadap kesehatan masyarakat, maka dilakukan investigasi dan obervasi lapangan dengan melibatkan warga dan keluarga yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2017 sd 6 Agustus 2017.

MetodeInvestigasi yang digunakansebagaiberikut :

1) Berkomuniaksi /berkunjung ke RW/ RT untuk mencari data kesehatan anak yang terkena penyakit saluran pernapasan / Plek.
2) Melakukan observasi lapangan.
3) Mewawancarai Orang tua anak terdampak.
4) Melakukandiskusi/pertemuandengan orang tua korban dan anak.
5) Pengambilan dokumentasi ( foto dan rekaman vedeo ).
6) Kajian Amdal PLTU .

Proses investigasi dan observasi sebagai berikut :

- Hari pertama ivestigasi memastikan lokasi dan memastikan responden yang akan di wawancara, mendapatkan lokasi dan responden yang akan menjadi target wawancara, salah satunya Blok Melandong, Blok Tempel, Blok Masjid dan Blok Pondoh semuanya berada di desa Tegal taman.

- Hari kedua mengundang perwakilan warga dari empat Blok dengan acara sosialisasi, menyampaikan magsud dan tujuan riset anak dampak PLTU I, melakukan deiskusi-diskusi dan membuat jadwal wawancara untuk setiap Blok .

- Hari Ketiga berkunjung ke Lokasi Blok Melandong Rw 03 Rt bertremu dengan Empat warga sebagai perwakilan orang tua anak yang terkena sakit, diantaranya Ibu Eti, ibu Rasminah, Ibu Yanti, Ibu Casem dan ibu Yati. Perwakilan warga ini memiliki anak yang sakit karena Plek dan semuanya memiliki dokument Roetgsen hasil periksa di Klinit maupun  dokter.

- Hari keempat berkunjung ke Blok Tempel Rw 03 Rt 06 bertemu dengan Delapan Warga perwakilan orang tua anak yang terkena sakit salah satunya Ibu Rasminah, ibu Eti, ibu Yanti, ibu Yati, ibu Casem, ibu.

- Hari kelima berkunjung ke Blok Masjid Rw Rt disini bertemu dengan warga perwakilan sebanyak 10 orang dan semuanya memiliki data hasil periksa anak dari dokter, mewawancarai warga dan pendokumentasian pengambilan foto serta Vidio.

- Hari Keenam berkunjung ke Blok Pondoh Rt Rw, bertemu dua perwakilan orang tua yang anaknya mengalami sakit plek.
- Hari ketujuh berkunjung ke Desa Ujung gebang bertemu dengan salah satu warga nelayan, diskusi mengenai dampak pencemaran laut serta mencari informasi mengenai dampak kesehatan terhadap anak yang terkena sakit saluran pernapasan / Plek.

- Hari ketujuh mengunjungi kembali warga dan berkumpul untuk memperkuat riset serta lakukan evaluasi bersama.

- Hari ketujuhobservasi di desa lainnya salah satunya, observasi di desa Ujung gebang, desa Patrol Sari dan desa Mekarsari dengan magsud untuk mengetahui angka kesehatan anak yang terkena dampak dari pencemaran PLTU I Indramayu.

Pencemaran udara dan PLTU Batubara

Kehidupan kita di masa modern tidak bisa terlepas dari listrik yang digunakan untuk mengisi baterai laptop, sumber energi kulkas, televisi, hingga ke pengering rambut. Pembangkit listrik 2000 MW akan membakar jutaan kilogram batubara per jam, menghasilkan debu sebanyak 40 000 kg per jam. Beberapa akan ditangkap oleh sistem penanganan debu, dan yang lainnya akan ke cerobong dikeluarkan bersama gas hasil pembakaran. Jika 50% debu memasuki cerobong,  dan  sistem penangkap debu yang terbang memiliki efisiensi sebanyak 99%, sebanyak 200 kg per jam debu akan dilepaskan ke udara.

Dengan kapasitas PLTU Indramayu sebagai 990 MW (3 x 330 MW), maka setidaknya diperkirakan (990 : 2000 MW) X 200 kg per jam=  99 kg per jam.

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah menyebutkan:
"Pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimianya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, iritasi pada mata dan kulit".

Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan seperti bronchitis, asma, kanker paru-paru. Sedangkan gas pencemar yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan selanjutnya diserap oleh sistem peredaran darah.

Data Penduduk Tegal Taman

Salah satu desa yang dekat dengan proyek PLTU ini adalah Desa Tegal Taman. Jumlah penduduk Tegal Taman adalah 6.033 jiwa (2015).  Pekerjaan warga Tegal Taman adalah bertani sawah, nelayan, dan memelihara domba. Sebanyak 76.9% warga di kawasan Tegal Taman dikategorikan miskin. Kejadian sakit dalam keluarga tentu menjadi beban yang signifikan bagi keluarga secara ekonomi. Dan anak-anak yang sakit di masa muda akan berpengaruh pada kualitas kesehatan generasi yang akan datang.

Foto 1 Ikan hasil tangkapan dikeringkan depan rumah warga


Foto 2 Warga dan domba peliharaan

Posisi danLokasiDesaTegal Taman

Desa Tegal Taman berlokasi di Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Tegal Taman berada di pantai utara Pulau Jawa, dan berada di pinggir pantai Laut Jawa. 




Desa Tegal Taman berjarak kurang dari 3.5 kilometer dari PLTU Batubara Indramayu, berada di arah barat PLTU Indramayu. Dengan begitu, bila angin berhembus dari arah timur ke barat, maka emisi polusi dari PLTU Batubara akan mengarah ke Desa TegalTaman.

Pengamatan di lapangan

Pada Bulan Juli 2017, aktivis dari Perkumpulan AEER (Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat) bersama dengan WALHI Jawa Barat melakukan pengamatan di lapangan tentang dampak PLTU Indramayu dan wawancara dengan masyarakat. Kami mengunjungi masyarakat yang berada di Desa Tegal Taman, Kabupaten Indramayu, yang mengeluhkan banyak dampak kesehatan. Pendataan secara cepat dilakukan pada ketiga blok di daerah Tegal Taman, yakni Blok Melandong, Tempel, Masjid. Pemerolehan responden dilakukan dengan menggunakan jaringan warga yang dikenal oleh kontak komunitas yang merupakan warga setempat.
Secara keseluruhan responden yang ditemukan menjelaskan bahwa kondisi kesehatan anak memburuk dibanding sebelum ada PLTU. “Dulu jika sakit, anak-anak sembuh dengan obat warung, sekarang harus dibawa ke rumah sakit karena tidak sembuh-sembuh. Umumnya anak di sini kena flek paru”, demikian keterangan warga, Muntaman. Sumber pencemaran udara lokal (dalam kurang 4 kilometer) dari Tegal Taman adalah pembangkit listrik batubara. Beberapa warga juga memiliki kebiasaan membakar sampah di pemukiman. Namun durasi pembakaran sampah tentu tidak setiap hari. Sementara itu, pembakaran PLTU Batubara hampir beroperasi sepanjang tahun (kecuali pada masa perawatan).

Hasil Wawancara

Berikut dibawah ini adalah hasil wawancara 4 orang dari 18 orang anak/wali anak yang mengalami sakit terkait sistem pernafasan, difoto roetgen thorax, dan mendapatkan perawatan dari dokter.

1. Da (37 tahun,  perempuan) , memiliki anak, Ra (Delapan Tahun). “Pada usia tiga tahun anak saya terkena sakit, asma, paru-paru dan flek. Dampak PLTU sangat kami rasakan salah satunya adanya debu dan asap setiap harinya.  Anak pertama saya sebelum ada PLTU tidak pernah terkena sakit. Semenjak ada PLTU sering ada asap dan juga debu yang kami rasakan.  Kami menduga dengan adanya PLTU itu yang menyebabkan sakitnya anak saya. Selama enam bulan saya mengleuarkan biaya untuk periksa anak saya sebesar  Rp 200 Ribu. Setelah itu  mengeluarkan biaya periksa 150 ribu selama satu tahun. Saya periksa ke Dokter Ratnawati di Sukra, dan juga periksa di klinik Dokter Faisal selama satu tahun.”
2. Ras (40 tahun, perempuan), punya anak bernama S berusia sembilan tahun.Pada usia satu atau dua tahun mulai terkena sakit berupa batuk, panas dan kadang-kejang. “Yang kami tahu setelah adanya PLTU Batubara sering sekali keluar debu atau asap . Sehingga saya merasa sesak dan anak-anak mengalami batuk-batuk.  Debu dan asap yang sering kami rasakan pada saat pagi hari dan siang. Bulan kemarin saya masih periksa anak karena masih suka batuk dan panas. Selama delapan bulan saya mengeluarkan biaya seberas Rp 300 Ribu setelah itu saya mengeluarkan biaya periksa sebesar Rp 200 Ribu, saya periksa di klinik Dokter Bambang daerah Pemanukan.”
3. Ku (42 tahun, perempuan), memilki anak dengan Gi (11 tahun, laki-laki). “Ini anak ke dua saya, saat ini masih kadang-kadang kumat. Anak saya mulai terkena sakit pada usia lima tahun. Sakitnya berupa batuk dan panas. Setelah ada PLTU saya merasakan lingkungan menjadi  panas.  Sering ada debu dan asap yang dikeluarkan dari Cerobong PLTU. Sebelum ada PLTU dikampung saya jarang ada anak-anak yang terkena sakit batuk dan lingkungan tidak banyak asap. Ketika anak saya terkena sakit kami jadi sering mengeluarkan biaya periksa anak sebesar Rp 150 selama sembilan bulan. Saya periksa anak dilakukan di klinik Pemanukan di Dokter Faisal. Harapan kami PLTU bisa menangani pencemarannya supaya tidak mencemari lingkungan kami dan juga ada perhatian kesehatan bagi kami”
4. Sar (36 tahun, perempuan), punya anak Al (7 tahun, laki-laki). “Anak saya mulai terkena sakit pada usia dua tahun. Muhammad adalah anak yang kedua dari keluarga kami. Sakit yang diderita oleh anak saya flek.  Pada pemeriksaan terakhir kami mengeluarkan biaya periksa sebesar Rp 150 ribu. Saya periksa anak di klinik Dokter Ratnawati dan dokter spesialis anak Tuty. Saat ini anak saya masih mengalami pilek dan panas. Saya mengira bahwa penyakit ini karena ada kegiatan PLTU Batubara karena sebelumnya anak yang pertama saya tidak pernah mengalami sakit seperti ini. Selain itu kami suka sering melihat kotoran debu di halaman teras saya kadang membuat kami sesak untuk bernapas. Dan juga banyak pohon-pohon kelapa yang pada mati. Kami sangat merasakan perbedaan lingkungan kami sebelum dan sesudah adanya PLTU Batubara. Kami berharap pemerintah bisa menanganinya.”
5. Ro (27 tahun, perempuan), punya Rev (usia 6 tahun). Pada usia empat tahun anak terkena sakit flek. Baru satu tahun ini anak saya sembuh namun kadang-kadang masih suka batuk. Pertama periksa anak sebesar Rp 200 ribu dan setelahnya biaya periksa anak sebesar Rp 170 Ribu selama enam bulan. Saat ini adanya PLTU banyak anak yang terkena sakit flek dan sakit paru-paru. Kami sering melihat debu dan asap batubara dari PLTU yang jatuhnya di kampung kami, jika angin sedang mengarah ke kampung kami maka asap dan debu batubara turunnya di kampung kami.  Kami tahu karena sering ditemukan debu di rumah kami.”
6. Sam (usia 36 , perempuan), punya anak bernama  Man (usia delapan tahun,  anak pertama). Anak sakit plek, panas dan sesak, dan sempat di rawat inap selama satu bulan.  Terakhir roengent  pada 2013 dan selama satu tahun berobat jalan. Pada bulan pertama biaya pemeriksaan sebesar Rp 300 ribu setelahnya sebesar Rp 200 Ribu. “Selain sakit batuk pilek anak jadi susah makan, setelah adanya PLTU penyakit yang menyerang anak sangat tinggi, tidak hanya anak, pada usia lanjut juga penyakit mulai banyak diderita warga dan menurut kami ini karena adanya PLTU Batubara.”
7. EE (usia 41 tahun, perempuan), punya bernama Di ( usia 3 tahun). Sakit batuk, pilek dan sesak, mulai terkena sakit pada usia satu tahun dan sempat di rawat selama satu malam, saat ini masih merasakan batuk, pilek dan sesak. “Saya selalu melakukan pemeriksaan satu bulan sekali dengan biaya yang dikeleuarkan sebesar Rp 50 ribu. Sejak adanya PLTU kami sangat merasakan dampaknya, salah satu dampak yang dirasakan pencemaran asap dan debu yang sering jatuh di kampung kami sampai masuk rumah kami.”
8. K (usia 40 tahun, perempuan) cucu bernama Ram(usia dua tahun). Sakit batuk, sesak dan panas. “Saya lakukan periksa ke Dokter Tuty dan dinyatakan sakit flek.  Secara lisan dokter tersebut mengatakan dikarenakan rumah saya di dekat PLTU Batubara.  Biaya untuk periksa cucu saya sebesar Rp 250 ribu.  Setelah ada PLTU banyak debu di rumah saya sehingga menyebabkan sesak untuk bernafas.  Selain ada debu cuacanya menjadi panas dan ga enak di hirup udaranya. Banyak pohon kelapa yang pada mati. Saya berharap ada perhatian dari pihak Pemerintah atau PLTU terkait pelayanan kesehatan kedepannya.”
9. EC (usia 35 tahun), punya anak TA (usia 2, 5 tahun). Sakit padausia 14 bulan berupa batuk, panas, kurus dan sesak. Anak sangat sulit tumbuh besar serta tidak naik beratnya. “Padahal anak tidak kurang di berikan makan yang baik..  Untuk biaya periksa anak kami mengeluarkan biaya sebesar Rp. 200 ribu di klinik dr. Guntur selama satu tahun lamanya. Dampak adanya PLTU selain  menyebabkan penyakit bagi anak dan orang tua, sebagian nelayan mengeluh karena banyak ikan yang mati karena tercemar sehingga wilayah tangkapan pun semakin jauh. Pencemaran yang paling terasa adalah debu dan asap yang keluar dari PLTU. Asap keluar dari cerobong sering kali keluar di malam hari.”
10. Ras (usia 42 Tahun, perempuan) punya Far(usia 2,5 tahun). Mulai terkena sakit pada usia 1,5 tahun, berupa flek paru batuk, panas, dan kadang-kadang panas dingin, ada sesekali sakit kejang. “Susah naik tinggi, pernah periksa di Dokter Ratna dan hasilnya dikatakan bahwa anak terkena flek paru.” Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 200 Ribu pada setiap memeriksa dan selama delapan kali periksa. “Dampak PLTU sangat dirasakan oleh kami dari pencemaran Batubaranya, pencemaran yang berupa asap dan debu batubara sering dikeluarkan pada siang dan malam hari, sehingga kami kadang selain merasakan sesekali teras halaman kami terlihat kotor ke hitam-hitaman.”
11. Cyi (24 Tahun, peremuan), punya anak Mah(usia 2,5 tahun). Terkena flek paru pada usia tujuh bulan dan pernah di rawat selama tiga hari di Klinik Kasih Ibu Pemanuka. Saat ini sakitnya berupa panas, batuk dan pilek. “ Ada keanehan lain pada kulit punggung belakang seperti biang keringat.  Sebelum ada PLTU batubara anak-anak tidak pernah terkena flek.  Selain itu dengan adanya PLTU cuacanya jadi panas, ada debu, asap dan juga berisik dengan adanya kegiatan tersebut. Pencemaran asap batubara sering saya lihat di siang hari dikeluarkannya.  Namun tergantung bagaimana juga arah mata angin, jika anginnya sedang mengarah ke kampung kami maka asap dan debunya kami rasakan, saya memeriksa anak di klinik kasih ibu dan biaya yang saya harus keluarkan sebesar Rp 100 ribu.”
12. OK (usia 38 Tahun perempuan), punya anak Mau (1,5 tahun). Mulai terkena sakit pada usia empat bulan, sakit yang dirasa batuk, pilek dan serak. “Sebelum ada PLTU kami merasakan nyaman karena anak-anak di kampung kami tidak mengalami sakit flek.  Lingkungan juga baik saja, namun saat ini kami merasakan lingkungan kami berubah salah satunya kami merasa sesak dalam bernafas.”
13. T (65 tahun), punya Roh (3 tahun). Mulai terkena sakit pada usia 10 bulan, sakit yang di rasa berupa, Sesak dan gatal.  Saat ini juga masih batuk-batuk dan juga pilek. “Saya lakukan pemeriksaan satu bulan sekali dengan biaya berobat sebesar Rp 60 – 100 ribu, setelah ada PLTU saya merasakan warga disini banyaksekali punya anak-anak yang sakit, kadang kami mencium rasa bau yang dikeluarkan PLTU. Selain itu jika pembakaran dikeluarkan siang dan malam banyak asap dan debu di halaman rumah kami, dan sangat terlihat kotor hitam yang melekat di rumah kami.”
14. Tar (37 tahun) punya Ta (2 tahun). “Anak saya terkena flek pada usia delapan belas bulan. Pada saat saya periksakan anak  ke Dokter Ifan mengatakan bahwa anak saya terkena plek bisa di duga penyebabnya karena ada debu dan asap. Sementara saya mengeluarkan biaya untuk periksa jalan sebesar Rp 200 Ribu. Saat ini anak saya masih merasakan panas dan batuk. Selain batuk, kadang-kadang kejang dan berat badan tidak bertambah.  Sebelum ada PLTU Batubara saya lebih nyaman karena anak-anak tidak pernah terkena flek. Setiap hari sering ada pencemaran asap batu bara dari PLTU dan itu membuat saya susah bernafas dan terkadang pusing kepala karena di barengi dengan bau werirang/sengat. Berharap ada pengobatan atau pelayanan yang diberikan pemerintah atau pihak PLTU bagi warga terdampak.”
15. Tas (usia 23 Tahun, perempuan), punya AM(empat tahun).  Terserang sakit pada usia tiga tahun batuk dan sesak. “Setelah diperiksa ke dokter anak saya dinyatakan ada flek. Diperiksa oleh dokter Adi dan hasilnya dinyatakan  bahwa anak saya terkena flek. dokter mengatakan bahwa mohon dijauhkan dari hal-hal yang bersifat asap, terakhir berobat saya mengeluarkan biaya sebesar Rp 250 ribu.  Dari dulu ada aktivitas seperti membakar sampah dan ada aktivitas pembakaran bata namun warga dan anak tidak pernah ada yang terkena sakit flek.  Sekarang ada PLTU batubara malah di kampung kami banyak sekali warga dan anak-anak khususnya yang terkena sakit flek. Saya merasakan selama ada PLTU lingkungan saya jadi sesak dan juga susah bernafas, kembali membaik lagi lingkungan di kampung kami dan anak-anak kembali sehat.”
16. Ing(25 tahun), punya anak DL(2 tahun). “Pada saat melakukan pemeriksaan di usia satu tahun dua bulan,  Dokter Ratna mengatakan bahwa anak saya sakit kena flek. Dokter mengatakan bahwa penyebabnya dari asap, debu dan kipas angin, biaya berobat anak saya perbulan mencapai sebesar Rp 200 ribu, Saat ini anak saya masih berobat karena masih merasakan batuk dan juga sesak. Badannya tidak bisa gemuk malah berat badannya makin menurun dan kurus.  Sebelum ada PLTU kami tidak pernah merasakan sesak dan anak-anak tidak ada yang terkena flek, Harapan ada pengobatan dan fasilitas kesehatan serta jaminan kesehatan.”
17. E (usia 23 tahun), punya Ser(usia 1,5 tahun). “Anak saya sakit baru bulan ini dan hasil pemeriksaan dari Dokter Ratna bahwa anak saya terkena sakit flek. Dia sering batuk, panas dan sesak. Berat badannya tidak bertambah.  Setelah ada PLTU batubara sering ada asap dan debu, selain itu cuacanya panas.  Kadang ada debu di teras rumah setalah ada asap yang dikeluarkan dari cerobong PLTU.  Pada saat asap dan debu di keluarkan dari PLTU saya merasa sesak untuk bernafas.“
18. Ta (perempuan, 3 tahun), wawancara dilakukan dengan neneknya yang merawat.
Sakit pada umur 4 bulan. Diroetngent. Menurut dokter, ada flek di paru-paru. Sampai sekarang sering sesak. Berobat dengan biaya sendiri. Tes darah, 350 ribu rupiah. Dirawat 4 hari di rumah sakit. Mengeluarkan biaya Rp.1.200.000. Selanjutnya kumat lagi pada umur delapan bulan dan umur 2 tahun (kembali diroentgen).
19. MA (Perempuan, 43 tahun). Mempunyai cucu yang sakit, Far (5 tahun 6 bulan).  Far berobat selama 6 bulan. Batuk, muntah, berdasarkan keterangan dokter paru-paru ada flek. Setiap berobat perlu biaya Rp.150.000
20. Mun (35 tahun, perempuan). Punya anak FA (16 bulan jalan).
Sakit mulai pada usia 16 bulan. Panas. Dokter mengatakan paru-paru kena flek.
Berobat biaya sendiri, roentgen Rp.100.000. Pada pemeriksaan pertama mengeluarkan biaya Rp.275.000. Pemeriksaan berikutnya rata-rata 200 ribu.
21. Has (35 tahun, perempuan), Warga Tegal Taman, Gang Mesjid
Jantung bergemetar. Telah 3 tahun sakit. Dokter menyatakan dia mengalami penyempitan pembuluh darah jantung.
Saat berobat ke dokter, mengeluarkan biaya Rp.1.800.000

Analisa biaya pengobatan warga 

Dari proses wawancara yang dilakukan, berikutadalahbiayapengobatankesehatanwarga yang berada di blok des Tegal Taman yang berada di sekitar PLTU 1 Indramayu. 

Tabel
Kerugian warga untuk biaya pengobatan Anak terdampak PLTU I Batubara Indramayu
 Desa. Tegal Taman


No Lokasi Nama Biaya Keterangan
1 Blok Masjid Daryi 150.000 Rata-rata biaya Periksa
Rasini 200.000 Rata-rata biaya Periksa
Kurifah 150.000 Rata-rata biaya Periksa
2 Blok Tempel Eti Carwati 200.000 Rata-rata biaya Periksa
Rasminah 200.000 Rata-rata biaya Periksa
Tarinni 100.000 Rata-rata biaya Periksa
Casyanti 100.000 Rata-rata biaya Periksa
3 Blok Melandong Tarinah 250.000 Rata-rata biaya Periksa
Tasimah 200.000 Rata-rata biaya Periksa
Imkem 200.000 Rata-rata biaya Periksa


Tabel dalam tabeldan grafik di atas  dari sampling kerugian orang tua anak yang terdampak PLTU I, Sepuluh orang warga perwakilan dari masing-masing Blok di desa Tegaltaman mengeluhkan selain anaknya terkena sakit setiap bulannya harus mengeluarkan biaya di atas rata-rata masing-masing blok mencapai Rp. 100.000, Rp. 150.000 dan Rp 200.000 Ribu / bulan untuk pemeriksaan anak ke klinik.
Jika dhitung dalam satu tahun maka kerugian warga di masing-masing blok sebagaiberikut :

1. Blok Masjid mencapai sebesar Rp 1.200.000- warga memiliki beban tambahan kebutuhan untuk pengobatan anak.
2. Blok Tempel mencapai sebesar Rp 1.800.000- warga memiliki beban tambahann kebutuhan untuk pengobatan anak.
3. Blok Melandong mencapai sebesar Rp. 2.400.000- warga memiliki beban tambahan kebututuhan untuk pengobatan anak..








Dokumentasi grafik kesehatan di Puskemas

 
 
Gambar diatas tersebut menerangkan bahwa selama kurun waktu dari tahun 2015 hingga tahun 2016 angka dampak kesehatan yang mengganggu kesehatan anak padasaluran pernapasan dan batuk hingga demam sangat tinggi di daerah kecamatan Sukra yang tidak jauh darikegiatan PLTU I Indramayu.










Dokumentasi Foto Warga

Foto 3 Ibu-ibu menunjukkan foto roentgen anaknya yang sakit

Foto 4 Ibu dengan anakny yang sakit sistem pernafasan

Foto 5 Ibu dengan anak yang sakit sistem pernafasan


Foto 6 Ibu dengan anak yang mengalami sakit sistem pernafasan

Sakit yang ditemukan terkait pencemaran udara

Umumnya warga yang ditemui menyatakan, banyak anak-anak didiagnosa oleh dokter berdasarkan roentgen paru/thoraks  memiliki flek paru. Flek paru (lung spots). Menurut lembaga pemerintah yang menangani kesehatan lingkungan  flek “adalah gambaran kelainan pada paru-paru yang ditemukan pada hasil foto toraks/Rontgen yang disebabkan oleh berbagai hal, minyaknya : polusi udara, merokok, TB, radang paru-paru dan lain-lain”. Juga menemukan satu orang anak yang berdasarkan informasi orang tua didiagnosis oleh dokter mengalami sakit bronchitis. Penyakit ini diakibatkan oleh peradangan pada saluran bronchial yang merupakan saluran udara keluar masuk paru.

Temuan Umum Lapangan

Beberapa temuan lapangan dampak yang sangat di rasakan oleh masyarkat di sekitar PLTU Indramayusebagaiberikut :
1. Warga merasa ada perbedaan kondisi Lingkungan dan kesehatan sebelum dan sesudah adanya PLTU Batubara, hal yang dirasakan warga salah satunya Lingkungan menjadi panas, sering ada Debu dan asap dari PLTU I yang masuk kerumah warga dan anak banyak sekali yang terkena penyakit pernapasan / Plek.
2. Menurut penulusuran dan hasil wawancara dengan warga, hal yang dianehkan warga tingkat penyakit terhadap anak sangat tinggi.
3. Angka penyakit yang diderita warga semakin tiggi sehingga menyebabkan kerugian bagi warga, warga harus memiliki biaya tambahan perbulannya untuk pengobatan atau pemeriksaan bagi anaknya.
4. Banyak terdapat lanjut usia (lansia ) yang juga terkena sakit akibat debu pencemaran Batubara.
5. Terdapat informasi dari Puskesmas Sukra dalam kurun waktu 3 tahun dari tahun 2015 sampai tahun 2017 angka penyakit ISPA terus naik di kecamatan Sukra salah satu desa nya yaitu, desa Tegaltaman dan Sumur adem.
6. Hasil investigasi di desa Ujung Gebang terdapat warga yang juga sering melakukan pembakaran sampah namun tingkat penyakit ISPA sangat rendah sehingga jika di bandingkan dengan warga desa Tegal taman yang sering mendapat debu serta asap batubara sangat jelas berbeda.
7. Warga menyampaikan bahwa pihak PLN / PLTU I batubara selama ini sama sekali tidak ada perhatian baik terhadap masyarakat terdampak khususnya dalam sektor kesehatan warga baik anak-anak yang terkena ISPA maupun warga lanjut usia yang sering kali terkena penyakit batuk.

Diskusi

Dengan metode mendatangi warga selama tiga hari (jam 3 sore hingga jam 17) berdasarkan jaringan kontak lokal yang memiliki hubungan warga, dan berdasarkan informasi dari warga yang menyatakan setelah dari warga desa Tegal Taman mengalami sakit batuk, pernafasan, atau flek, maka warga yang sakit sistem pernafasan lebih banyak dari yang berhasil ditemui dan diwawancarai langsung, yakni sebanyak 18 orang.
Jumlah ini cukup signifikan bagikehidupan masyarakat yang berada di daerah pedesaan, yang tidak terpapar oleh polusi transportasi sebagaimana dengan masyarakat di daerah perkotaaan.Untuk itu, penyebab pencemaran udara di lingkungan mereka perlu di tinjau. Sumber pencemaran udara yang relatif beroperasi secara kontinyu di tempat tinggal warga adalah PLTU Indramayu. Disamping itu, warga memiliki kebiasaan membakar sampah. Kebiasaan ini adalah pola pengelolaan sampah yang tradisional. Namun umumnya warga menyatakan, bahwa intensitas warga yang sakit sistem pernafasan dan juga jumlahnya meningkat setelah PLTU Indramayu yang beroperasi sejak tahun 2010 hadir di dekatDesaTegal Taman.

Saran dan Rekomendasi

1. PLTU Indramayu menerapkan teknologi yang paling maju untuk mengurangi pencemaran udara.
2. Pemerintah memastikan pemantauan kualitas udara agar sesuai dengan baku mutu dan mampu menjaga kualitas kesehatan masyarakat.
3. PLTU Indramayu dan Pemerintah memasang alat pantau udara, membuka hasilnya secara terbuka bagi masyarakat dan organisasi masyarakat sipil secara periodik (bulanan).
4. PLTU Indramayu dan Pemerintah memberikan fasilitas kesehatan dan pembiayaan secara penuh bagi warga Desa Tegal Taman terkait dengan penyakit yang diakibatkan secara langsung maupun tak langsung oleh pencemaran udara.
5. Pemerintahan Desa, Kecamatan Sukra dan Kabupaten Indramayu  serta warga melakukan pengelolaan sampah sehingga tidak dibakar secara terbuka di lingkungan pemukiman.

LAPORAN INVESTIGASI LAPANGAN

WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA (WALHI) JAWA BARAT 2007
Sebagai Tim Peneliti

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.